Dalam kondisi sudah meninggal, jenazah Juliana ditemukan di dasar jurang sedalam 600 meter. Proses evakuasi berlangsung sulit karena kondisi topografi yang ekstrem serta medan yang curam dan licin akibat hujan.
Jenazah kemudian dibawa melalui jalur darat, dengan cara ditandu melewati jalur setapak hingga mencapai titik aman.
Dari lokasi tersebut, jenazah dibawa lebih lanjut ke Rumah Sakit Mandara, Bali, untuk dilakukan proses otopsi sebelum diserahkan ke pihak Kedutaan Besar Brasil di Indonesia.
Baca Juga: Kronologi Lansia Hilang Di Gunung Salak hingga Ditemukan Tewas
Mengapa Tidak Gunakan Helikopter?

Banyak pihak bertanya-tanya mengapa evakuasi tidak dilakukan dengan helikopter, mengingat akses udara dianggap lebih cepat dan efisien.
Menjawab pertanyaan tersebut, pihak Basarnas menjelaskan bahwa penggunaan helikopter telah direncanakan sebagai opsi awal. Namun, dua faktor utama membuat rencana tersebut tidak dapat direalisasikan:
1. Cuaca Buruk
Kondisi cuaca di sekitar Gunung Rinjani selama proses evakuasi tidak memungkinkan helikopter untuk beroperasi. Angin kencang dan kabut tebal membahayakan penerbangan, terutama untuk proses hovering di daerah sempit dan terjal.
2. Medan Geografis yang Ekstrem
Lokasi jatuhnya korban berada di antara tebing curam dan lembah sempit, yang menyulitkan helikopter untuk melakukan manuver pendaratan atau pengangkatan menggunakan hoist. Opsi ini berisiko tinggi terhadap keselamatan kru helikopter maupun tim SAR.
Pernyataan dari Tim Evakuasi
Akun resmi @rinjanitrektouradventure melalui platform TikTok menyampaikan rasa hormat kepada seluruh tim penyelamat.
"Semoga setelah ini tidak ada korban lagi di Gunung Rinjani. Semangat buat para tim evakuasi, kalian memang luar biasa," demikian kutipan unggahan mereka yang viral di kalangan pendaki.
Pihak penyelenggara pendakian dan pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani juga menyatakan duka mendalam atas insiden ini.
Mereka mengimbau seluruh pendaki untuk selalu memperhatikan faktor keselamatan dan mengikuti arahan pemandu lokal.