POSKOTA.CO.ID - Evakuasi pendaki Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins (27) jatuh saat mendaki Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Korban diketahui mendaki dengan lima wisatawan lainnya didamping oleh pemandu wisata. Pendakian dilakukan dari Sembalun.
Sesampainya di area Cemara Tunggal, korban mengalami kelelahan dan pemandu menyarankan untuk beristirahat.
Namun, saat menunggu di puncak korban tak kunjung menyusul. Pemandu kembali ke lokasi istirahat, tetapi korban sudah tidak ada di tempat.
Baca Juga: Pendaki Wanita Asal Brasil Ditemukan Meninggal Dunia di Gunung Rinjani
“Saat melakukan pencarian, pemandu melihat cahaya senter di bawah tebing dengan kedalaman sekitar 200 meter ke arah danau. Guide merasa curiga, jika cahaya tersebut milik korban dan langsung menghubungi petugas untuk dilakukan evakuasi,” ucap Kepala Seksi Humas Polres Lombok Timur, AKP Nikolas Osman.
Tim SAR gabungan pun langsung melakukan proses pencarian dan evakuasi dimulai pada pukul 09.50 WITA. Namun, hingga malam hari lokasi korban masih belum bisa dijangkau.
Lebih lanjut, pencarian dilakukan menggunakan alat unmanned aerial vehicle (UAV) dan drone. Tetapi tidak maksimal, karena cuaca berkabut.
Pada Senin, 23 Juni 2025 korban ditemukan dalam jarak 500 meter bergeser dari titik awal jatuh, sebab medan di lokasi berupa pasir dan batu.
Baca Juga: Wisatawan Asal Brazil yang Jatuh di Rinjani Berhasil DItemukan Tim Sar
“Selasa, 24 Juni 2025 pukul 18.00 WITA rescuer dari Basarnas berhasil menjangkau korban di kedalaman 600 meter. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan, tetapi tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan,” ujar Kabasarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii.
Warga Brasil Banjiri Komentar Instagram Prabowo Subianto
Sejak adanya kabar Juliana terjatuh di Gunung Rinjani, banyak warganet asal Brasil membanjiri kolom komentar Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan pertolongan.
Mereka meminta agar pemerintah bergerak cepat menyelamatkan Juliana. Tetapi Juliana tak tertolong dan berhasil dievakuasi dalam keadaan tak bernyawa.
Mereka pun merasa kecewa dan akhirnya melontarkan kritikan terhadap pemerintah.
Baca Juga: Siapa Pemilik Tiga Dewa Adventure? Pendaki Protes Kehabisan Lahan Tenda di Gunung
“Lebih dari 20 juta orang kelaparan di Indonesia. Jika membiarkan jutaan orang mati, menurut Anda apa yang mereka lakukan untuk seorang wanita Brasil,” kata warganet.
“Indonesia tidak peduli turis,” ucap warganet.
“Juliana Marins tidak meninggal secara tidak sengaja. Dia dibiarkan mati ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya, dilupakan oleh negara yang memaksa mengubah wajahnya ketika rasa sakit tidak menjadi berita utama. Dia meminta bantuan, dia berteriak dan diam saja yang diterima sebagai balasan,” ujar warganet.
“Jika wisata seperti ini tidak memiliki program penyelematan yang efektif bagi calon korban, lebih baik ditutup saja. Membiarkan turis tinggal empat hari tanpa air dan persediaan yang tepat adalah pengabaian,” kata seorang warganet Brasil.
Baca Juga: Karhutla di Kaki Gunung Rinjani Hanguskan 95 Hektare Lahan
Selain itu, ada juga yang menyerukan untuk tidak mengunjungi Indonesia karena keselamatan tidak terjamin.
“Jangan kunjungi Indonesia, mereka negelektif dan membiarkan wisatawan meninggal,” ucap warganet Brasil.
Reaksi warganet asal Brasil ini menunjukkan betapa besar harapan masyarakat, bahkan dari negara lain, terhadap kepedulian dan respon cepat dari pemimpin negara.
Baca Juga: Dampak dari Gunung Rinjani Kebakaran, Dua Jalur Pendakian Terpaksa Ditutup
Alasan Mengapa Proses Evakuasi Memakan Waktu Lama
Proses pencarian dan evakuasi Juliana di Rinjani memakan waktu berhari-hari, melibatkan Basarnas Special Group (BSG) dan berbagai tim penyelamat.
Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan operasi penyelamatan di salah satu gunung ini begitu rumit?
Medan Ekstrem dan Cuaca Tak Menentu
Tim SAR mendeteksi Juliana berada di kedalaman sekitar 500 meter bergeser dari titik awal jatuh, di lokasi yang didominasi pasir dan batu.
Sebelumnya, drone tim SAR telah mengidentifikasi jasad pendaki Brazil itu pada kedalaman sekitar 400 meter.
Meskipun drone pemantau panas tubuh (thermal) dan dua pendaki profesional turut dikerahkan, proses evakuasi menemui kendala serius.
Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfotik) NTB, Yusron Hadi menjelaskan bahwa hambatan cuaca di Rinjani yang cepat berubah menjadi kendala utama. Medan yang sangat terjal dan sulit dijangkau juga menambah kompleksitas operasi ini.
“Hambatan cuaca yang cepat berubah menjadi kendala evakuasi,” kata Yusron.
Basarnas mengonfirmasi bahwa korban Juliana telah meninggal dunia. Upaya keras terus dilakukan hingga Selasa, 24 Juni 2025 jasad korban berhasil dievakuasi di kedalaman 600 meter.