Kopi Pagi: Petualang Politik. (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Petualang Politik

Senin 23 Jun 2025, 09:23 WIB

Mencari kekuasaan tidaklah dilarang, tetapi hendaknya tidak dilakukan secara instan dengan menghalalkan segala cara. Gunakan tahta untuk kemaslahatan umat, bukan keuntungan kerabat dekat..”, kata Harmoko.

Belakangan sering disinggung soal petualang politik. Tentu yang dimaksud adalah mereka yang terjun ke dunia dengan tujuan utama mencari keuntungan pribadi –ambisi pribadi, bukan kepentingan umum.

Keuntungan pribadi dimaksud bisa berupa kekayaan,  jabatan dan kekuasaan. Bisa pula memperbesar pengaruhnya untuk meraih sebanyak mungkin dukungan publik guna mengerek popularitas dan elektabilitas demi memperbesar dan melanggengkan kekuasaan.

Politik dan kekuasaan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang berpolitik untuk mencapai tujuan, yakni memakmurkan dan menyejahterakan rakyat, bangsa dan negara.

Hanya saja tujuan mulia itu tidak dapat diraih maksimal tanpa dukungan kekuasaan. Tanpa kekuasaan, hanya omong kosong dapat mengubah keadaan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Bangga Produk Indonesia

Itulah sebabnya berpolitik untuk mencari kekuasaan, tidak bisa terbantahkan. Persoalan mulai mencuat, jika dalam meraih kekuasaan melakukannya dengan segala cara, semena – mena, menabrak segala aturan, sodok kanan kiri tanpa mempertimbangkan etika dan prinsip – prinsip moral.

Lebih – lebih setelah kekuasaan diraihnya digunakan untuk kepentingan pribadinya, bukan untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana tujuan utama yang begitu mulia.

Cukup beralasan, jika seni meraih kekuasaan yang satu ini rawan dikooptasi kekuatan syahwat pribadinya, bukan syahwat rakyat yag diperjuangkannya, meski untuk meraih kekuasaan senantiasa mengatasnamakan rakyat.

Itulah gambaran petualang politik yang belakangan ramai dipergunjingkan karena lebih mengedepankan motivasi pribadi, ketimbang kepentingan kolektif atau ideologi.Tidak memiliki prinsip dan cenderung tidak konsisten dalam sikap dan tindakan.

Petualang politik seringkali digunakan untuk mengkritik orang – orang dalam dunia politik yang dianggap tidak memiliki integritas.

Adakah elit politik yang demikian? Jawabnya kembali kepada publik yang memberi penilaian, karena rakyatlah yang menjadikannya ia sebagai elite politik, pemegang kekuasaan dan jabatan.

Baca Juga: Kopi pagi: Selamatkan Lingkungan Kita

Yang hendak kami sampaikan , di era sekarang, di tengah gelora membangun banga dan negara, hendaknya para elite politik siapa pun dia, dari faksi apa pun dan partai manapun, hendaknya lebih mengendalikan syahwat politik pribadinya, jangan sampai dominan, menjadi liar dan destruktif.

Kendalikan syahwat politik dengan hati nurani, nalar kritis dan akal sehat, serta nilai – nilai luhur yang beradab sebagaimana tercermin dalam falsafah bangsa kita.

Dengan begitu mereka yang terjun ke dunia politik adalah untuk membuka ladang pengabdian dan amal saleh yang subur bagi kehidupannya, keluarganya, anak cucunya kelak.

Kita tentu tak ingin politik menjadi sumber petaka bagi mereka yang tidak mampu dan bertanggung jawab.

Kita tentu tak berharap politik menjadi ajang  perebutan tahta semata bagi para petualang.

Sejatinya politik bukan sesuatu yang buruk. Ibarat pisau bermata dua, bisa baik dan buruk.

Menjadi baik jika berada di tangan orang – orang tepat, mampu dan cakap  (kapabel). Menjadi baik jika politik ( kekuasaan ) diperoleh dengan cara – cara yang benar (akseptabel) serta dipergunakan untuk sebesar – besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (responsible).

Baca Juga: Kopi Pagi: Rela Berkorban, Kenapa Tidak

Dalam percaturan politik dapat kita saksikan begitu banyak yang memiliki kapabilitas, tetapi ada sementara yang memperoleh kekuasaan secara tidak wajar dan tidak benar.

Begitu juga kekuasaan yang diraih, tidak digunakan sebagaimana mestinya, bahkan disalahgunakan, kadang dimanfaatkan untuk membangun oligarki. Jika, tidak korupsi.

Ini yang harus diwaspadai, diantisipasi dan wajib dihindari, mengingat keduanya sama buruknya bagi kemajuan bangsa dan negara.

Oligarki bagaikan sebuah konstitusi yang penuh dengan banyak penyakit seperti digambarkan Plato, filsuf Yunani.

Mencari kekuasaan tidaklah dilarang, tetapi hendaknya tidak dilakukan secara instan dengan menghalalkan segala cara.

Gunakan tahta untuk kemaslahatan umat, bukan keuntungan kerabat dekat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Begitu juga menjadi petualang politik tidak pula dilarang, tetapi hendaknya tidak merusak tatanan dengan memaksakan kehendak.

Jadilah petualang yang memberikan manfaat bagi umat, tak ubahnya petualang rimba, penjelajah alam, wisata budaya dan kuliner yang mengeksplorasi kearifan lokal menjadi kekuatan nasional.

Baca Juga: Kopi Pagi: Indahnya Saling Berbagi

Pepatah Jawa mengatakan “ikuti cakra manggilingan” – yang artinya tidak memaksakan kehendak untuk mendapatkan apa yang diinginkan sesuai kehendaknya sendiri, terabas sana sini. Namun harus sabar menunggu waktu yang tepat

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, artinya kita tidak bisa memaksakan kehendak kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan pada waktu yang kita tentukan sendiri, namun harus sabar menunggu waktu yang sudah ditentukan.

Itulah roda kehidupan, bukan roda petualangan politik. (Azisoko)

Tags:
Kopi Pagipetualang politikHarmoko

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor