POSKOTA.CO.ID – Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato yang mencolok di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Rusia, dengan menyoroti ketimpangan sistem global dan kondisi dalam negeri yang menurutnya terbelenggu oleh kolusi antara elit politik dan pemilik modal.
Dalam forum yang juga dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara dari blok non-Barat, Prabowo menegaskan pentingnya membangun model ekonomi alternatif yang menyeimbangkan akumulasi kapital dengan distribusi keadilan sosial.
Pengamat politik Rocky Gerung menilai pidato Prabowo menjadi sinyal arah baru kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia.
Menurutnya, Indonesia di bawah Prabowo ingin mengambil peran lebih besar dalam percaturan geopolitik dunia melalui aliansi seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan).
“Jadi Prabowo berupaya untuk balancing antara sifat inovatif dari kapitalisme dan itu baik menurut Prabowo untuk menghidupkan kompetisi yang fair,” kata Rocky Gerung dalam diskusi bersama jurnalis senior Hersubeno Arief, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Minggu, 22 Juni 2025.
Rocky menambahkan bahwa pidato Prabowo juga menunjukkan keberpihakan kepada rakyat dalam menghadapi dominasi oligarki.
Ia menyoroti istilah state capture yang digunakan Prabowo, menggambarkan bagaimana negara telah “disandera” oleh kelompok pemodal besar.
“State capture ini penyanderaan negara oleh kapital, oleh oligarki. Ini yang bagi Prabowo menyebabkan Indonesia tidak bisa atau susah untuk membantu naiknya pendapatan, membantu masyarakat bawah itu memperoleh semacam dignity, semacam harga diri di dalam kehidupan,” jelas Rocky.
Baca Juga: Febrian Alaydrus Sebenarnya Siapa? Akun Pilot yang Tipu Staf Presiden Prabowo Kani Dwi Haryani
Presiden Prabowo juga menggarisbawahi pentingnya intervensi negara dalam memperbaiki ketimpangan sosial, di antaranya melalui penguatan koperasi, penyediaan makanan bergizi gratis, dan pemerataan ekonomi berbasis sumber daya alam nasional. Namun, ia menghadapi tantangan berat mengingat keterbatasan fiskal dan ketidakpastian global saat ini.