"Negara kita akan terkena imbas dalam tiga level: fiskal, moneter, dan sosial," ujar Achmad dalam keterangannya.
Kenaikan harga minyak mentah global yang dipicu oleh konflik di Timur Tengah akan meningkatkan beban subsidi energi seperti BBM, LPG, dan listrik. Jika harga minyak menembus US$ 120 per barel, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan membengkak tajam.
2. Inflasi dan Pelemahan Rupiah
Naiknya harga energi dan pangan global akan memicu inflasi yang menggerus daya beli masyarakat. Bank Indonesia diprediksi akan mengambil langkah menaikkan suku bunga acuan demi meredam gejolak nilai tukar rupiah, yang pada akhirnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi bisa tersendat. Dunia usaha pun akan menghadapi tekanan berat dari dua sisi: biaya produksi dan pembiayaan," lanjut Achmad.
3. Ketidakstabilan Sosial
Kenaikan harga barang kebutuhan pokok akan paling dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Sejarah menunjukkan bahwa inflasi tinggi, terutama dalam harga pangan, kerap memicu aksi protes sosial dan gangguan ketertiban umum.
Pemerintah harus mengantisipasi potensi keresahan yang muncul, dengan memperkuat program jaring pengaman sosial dan komunikasi publik yang efektif.
Pentingnya Respons Diplomatik Indonesia
Di tengah krisis ini, posisi Indonesia sebagai negara non-blok yang kerap menyerukan perdamaian menjadi sorotan. Banyak pihak mendorong pemerintah agar tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktif dalam mendorong penyelesaian damai di fora internasional seperti PBB dan OKI.
"Indonesia harus bersuara untuk menghentikan eskalasi konflik ini. Jangan hanya reaktif, tapi harus proaktif dalam menjaga stabilitas global," ujar Achmad Nur Hidayat.
Langkah konkret seperti penguatan diplomasi multilateral, pemanggilan duta besar pihak terkait, serta usulan resolusi damai harus segera disiapkan.
Baca Juga: KUNCI Jawaban PPG Guru 2025: Apa yang Tidak Boleh Dilakukan Guru Berdasarkan Permendikbudristek?
Menggenjot Energi Alternatif: Urgensi yang Tak Bisa Ditunda
Serangan ini sekali lagi menunjukkan rapuhnya ketahanan energi Indonesia yang masih sangat tergantung pada impor minyak. Pemerintah perlu mempercepat transisi energi melalui:
- Investasi pada energi terbarukan seperti surya, angin, dan biomassa.
- Hilirisasi energi melalui Bahan Bakar Nabati (BBN) dan mobil listrik.
- Diversifikasi pemasok minyak dari negara-negara di luar Timur Tengah.
"Ketergantungan pada minyak impor harus dikurangi. Ini waktunya kita benar-benar mandiri dalam energi," ujar Achmad menutup pernyataannya.