POSKOTA.CO.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita dana sebesar Rp11,8 triliun dari lima perusahaan dalam Wilmar Group terkait kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di industri kelapa sawit sejak 2022.
Jumlah tersebut merupakan pengembalian kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan kajian Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, mencakup kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal, serta dampak pada sektor usaha dan rumah tangga.
Lima perusahaan yang terlibat adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Kelima perusahaan tersebut telah mengembalikan dana sebagai bentuk kompensasi.
Baca Juga: Urutan Klasemen Liga Korupsi Indonesia, Wilmar Group Posisi Berapa?
Latar Belakang Kasus Korupsi Ekspor CPO
Kasus ini terkait pemberian fasilitas ekspor CPO pada 2021–2022 yang melibatkan Wilmar Group beserta anak perusahaannya, serta dua grup lainnya, yaitu Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Kasus ini merupakan pengembangan dari proses hukum sebelumnya terkait korupsi minyak goreng, dengan lima terdakwa dan kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
Secara hukum, korporasi terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan proses hukum masih berlanjut di tingkat kasasi.
Saat ini, Wilmar Group telah mengembalikan seluruh kerugian negara, sementara Kejagung masih menunggu pengembalian dari dua korporasi lainnya.
Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Wilmar soal Uang Rp11,8 juta, Kejagung: Tidak Ada Istilah Dana Jaminan
Dana hasil penyitaan sebesar Rp11,8 triliun kini disimpan di rekening penampungan Kejaksaan Agung dan akan dipertimbangkan oleh hakim agung dalam putusan kasasi.
Kasus ini mengungkap masalah tata kelola industri sawit sekaligus menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Kasus ini bermula dari korupsi fasilitas ekspor CPO yang menyebabkan kerugian negara besar-besaran, melibatkan korporasi besar, sempat divonis bebas di pengadilan tingkat pertama karena indikasi suap, dan kini Kejagung terus berupaya menuntaskan kasus serta mengamankan kerugian negara melalui penyitaan aset.