POSKOTA.CO.ID – “Bagaimana rasanya menjadi terlalu terikat pada seseorang? Rasanya seperti hati Anda hidup di luar diri Anda,” kata Gayathri Arvind, seorang advokat kesehatan mental, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Abhasa - Mental Health pada Rabu, 18 Juni 2025.
Pernyataan ini menggambarkan betapa rapuhnya kondisi seseorang ketika cinta yang mestinya menguatkan justru membuatnya goyah.
Ketika orang yang kita cintai menarik diri, bahkan hanya sedikit, rasanya seperti dunia runtuh. Diam mereka menciptakan kepanikan, nada marah mereka menghancurkan hari kita.
Kita berhenti makan, tidak bisa berpikir jernih, dan perasaan kita terombang-ambing oleh suasana hati mereka. Namun, benarkah cinta seharusnya terasa seperti ini?
Baca Juga: Stres Bekerja? Ini 4 Tips Jaga Kesehatan Mental untuk Para Karyawan
Cinta Tidak Seharusnya Menguras
Cinta yang sehat adalah ketika Anda bisa berkata, “Aku mencintaimu, aku peduli padamu, aku menyayangimu, tapi aku masih tahu siapa aku.”
Dalam cinta yang sehat, keterikatan tidak membuat kita kehilangan identitas. Namun sayangnya, tidak semua dari kita tumbuh dalam lingkungan yang memberi contoh cinta yang seperti itu.
Sebagian orang dibesarkan dalam situasi di mana cinta datang dengan syarat, seperti harus menjadi anak yang baik, harus diam, harus menuruti.
Kadang cinta datang bersama keheningan, rasa bersalah, atau bahkan ancaman ditarik kembali. Perlahan tapi pasti, otak kita mulai membentuk pola, bahwa cinta datang bersama kecemasan, ketakutan, dan perjuangan untuk membuktikan diri.
Baca Juga: Bahaya Emosi Amarah dan Egoisme bagi Kesehatan Mental, Begini Penjelasan Pakar
Pola yang Terbentuk Sejak Lama
“Jika Anda tumbuh tanpa cinta yang stabil, sistem saraf Anda belajar bahwa begitulah cinta,” jelas Gayathri. Dan ketika dewasa, pola itu terbawa masuk ke dalam hubungan kita sekarang.