Ilustrasi sepasang kekasih. (Sumber: PxHere)

GAYA HIDUP

Apakah Terlalu Bergantung dan Terikat pada Orang Lain Itu Sehat? Begini Penjelasannya

Rabu 18 Jun 2025, 14:32 WIB

POSKOTA.CO.ID – “Bagaimana rasanya menjadi terlalu terikat pada seseorang? Rasanya seperti hati Anda hidup di luar diri Anda,” kata Gayathri Arvind, seorang advokat kesehatan mental, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Abhasa - Mental Health pada Rabu, 18 Juni 2025.

Pernyataan ini menggambarkan betapa rapuhnya kondisi seseorang ketika cinta yang mestinya menguatkan justru membuatnya goyah.

Ketika orang yang kita cintai menarik diri, bahkan hanya sedikit, rasanya seperti dunia runtuh. Diam mereka menciptakan kepanikan, nada marah mereka menghancurkan hari kita.

Kita berhenti makan, tidak bisa berpikir jernih, dan perasaan kita terombang-ambing oleh suasana hati mereka. Namun, benarkah cinta seharusnya terasa seperti ini?

Baca Juga: Stres Bekerja? Ini 4 Tips Jaga Kesehatan Mental untuk Para Karyawan

Cinta Tidak Seharusnya Menguras

Cinta yang sehat adalah ketika Anda bisa berkata, “Aku mencintaimu, aku peduli padamu, aku menyayangimu, tapi aku masih tahu siapa aku.”

Dalam cinta yang sehat, keterikatan tidak membuat kita kehilangan identitas. Namun sayangnya, tidak semua dari kita tumbuh dalam lingkungan yang memberi contoh cinta yang seperti itu.

Sebagian orang dibesarkan dalam situasi di mana cinta datang dengan syarat, seperti harus menjadi anak yang baik, harus diam, harus menuruti.

Kadang cinta datang bersama keheningan, rasa bersalah, atau bahkan ancaman ditarik kembali. Perlahan tapi pasti, otak kita mulai membentuk pola, bahwa cinta datang bersama kecemasan, ketakutan, dan perjuangan untuk membuktikan diri.

Baca Juga: Bahaya Emosi Amarah dan Egoisme bagi Kesehatan Mental, Begini Penjelasan Pakar

Pola yang Terbentuk Sejak Lama

“Jika Anda tumbuh tanpa cinta yang stabil, sistem saraf Anda belajar bahwa begitulah cinta,” jelas Gayathri. Dan ketika dewasa, pola itu terbawa masuk ke dalam hubungan kita sekarang.

Saat seseorang hadir dan memberi perhatian yang tak pernah kita rasakan sebelumnya, kita merasa hidup.

Ada rasa aman, dilihat, dan diterima. Tapi justru di sinilah jebakan mulai terbentuk.

Luka lama berubah menjadi harapan baru, yakni bahwa orang ini akan mengisi kekosongan yang selama ini ada. Harapan yang muncul dari luka inilah yang sering kali membuat kita terlalu terikat.

Baca Juga: Apa Saja Rutinitas Malam yang Benar untuk Meningkatkan Kesehatan Mental dan Kualitas Tidur? Begini Penjelasannya

Dari Keterikatan ke Ketergantungan

Pada awalnya, keterikatan tampak seperti bentuk cinta. Tapi ketika perasaan aman hanya bisa kita rasakan saat orang itu hadir, saat suara mereka menentukan suasana hati kita, maka keterikatan itu sudah melampaui batas, menjadi ketergantungan emosional.

“Ini seperti bersandar begitu keras pada seseorang, sehingga jika mereka menjauh, bahkan sesaat, Anda roboh,” ungkap Gayathri.

Kita mulai mengecilkan diri sendiri, menekan kebutuhan pribadi, dan perlahan, kehilangan suara serta jati diri.

Baca Juga: 5 Tanda Anda Memerlukan Batasan Personal dengan Orang Lain untuk Menjaga Kesehatan Mental

Menyadari Pola Adalah Awal Penyembuhan

Langkah pertama untuk lepas dari keterikatan berlebihan adalah menyadari bahwa ini adalah pola bawah sadar.

Bukan karena kita lemah atau terlalu sensitif. Ini adalah warisan emosi yang terbentuk lama, bahkan sebelum kita punya kendali atas hidup kita.

Saat Anda mulai menyadarinya, otak Anda mulai berubah. Bagian dari otak yang membantu Anda membuat pilihan sadar, korteks prefrontal, menjadi aktif.

Dan dengan latihan kesadaran, Anda mulai bisa membuat keputusan yang berbeda. Seperti yang ditekankan Gayathri, “Ingatkan diri Anda: saya bisa memilih dengan cara yang berbeda sekarang.”

Baca Juga: Rutin Minum Air Lemon Hangat di Pagi Hari, Ini 7 Manfaatnya untuk Kesehatan Intip Selengkapnya!

Jangan Takut Mencari Bantuan

Jika kesadaran belum cukup dan Anda merasa terus terjebak dalam pola yang sama, itu bukan kegagalan.

Itu hanya berarti pola tersebut sudah sangat melekat. Tapi kabar baiknya adalah bahsawannya pola ini bisa diubah.

Diperlukan proses dan dukungan seperti terapi, pekerjaan batin anak, penyembuhan sistem saraf, dan bantuan dari profesional.

Semuanya bertujuan membawa Anda kembali pada diri sendiri, pada versi Anda yang utuh dan mencintai tanpa kehilangan jati diri.

Tags:
hubungan toksikketerikatan emosionalcinta sehatkesehatan mental

Muhamad Arip Apandi

Reporter

Muhamad Arip Apandi

Editor