4 Pulau di Aceh Diisukan Akan Digeser ke Sumatera Utara? Presiden Prabowo Akhirnya Angkat Bicara

Rabu 18 Jun 2025, 08:45 WIB
Pulau Aceh Mau Dipindah ke Sumatera Utara? Ini Penjelasan Resmi dari Presiden Prabowo (Sumber: Tiktok/@kucingpintarid)

Pulau Aceh Mau Dipindah ke Sumatera Utara? Ini Penjelasan Resmi dari Presiden Prabowo (Sumber: Tiktok/@kucingpintarid)

POSKOTA.CO.ID - Isu pemindahan empat pulau dari wilayah Provinsi Aceh ke Sumatera Utara menggemparkan publik dan memantik reaksi keras dari berbagai kalangan.

Keputusan administratif yang tertuang dalam Kepmendagri sempat menimbulkan spekulasi tentang perebutan wilayah yang kaya akan sumber daya alam.

Namun, Presiden Prabowo Subianto akhirnya mengambil langkah tegas dengan menegaskan keempat pulau tersebut tetap berada dalam wilayah administrasi Aceh. Artikel ini mengulas kronologi polemik, respons masyarakat, serta keputusan pemerintah pusat dalam meredam konflik antarwilayah.

Baca Juga: Resmi Tunangan, Kapan Arbani Yasiz dan Raissa Ramadhani Menikah? Ini Bocorannya

Kronologi Polemik Pemindahan Empat Pulau dari Aceh ke Sumut

Empat pulau yang sebelumnya masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek menjadi pusat perhatian nasional setelah munculnya dokumen resmi berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Kabar ini mencuat ke publik melalui media sosial, salah satunya akun TikTok @kucingpintarid, yang menyoroti potensi besar pulau-pulau tersebut terhadap kekayaan sumber daya minyak dan gas bumi.

Tak ayal, reaksi masyarakat Aceh pun langsung menguat, terutama karena keputusan ini dinilai dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pihak daerah yang terdampak langsung.

Gelombang Protes dari Aceh: Menolak Pemindahan Wilayah Secara Sepihak

Pemerintah daerah Aceh, tokoh adat, hingga akademisi dan masyarakat sipil ramai-ramai menyuarakan penolakan terhadap Kepmendagri tersebut.

Mereka menilai langkah itu mencederai semangat otonomi khusus Aceh yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang menegaskan kekhususan dan kewenangan Aceh dalam mengatur wilayahnya.

Salah satu isu yang mengemuka adalah dugaan motif ekonomi dalam kebijakan ini. Pulau-pulau tersebut dikabarkan memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, terutama potensi minyak dan gas bumi (migas) yang belum tergarap maksimal. Oleh karena itu, pemindahan wilayah dinilai bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut kontrol terhadap kekayaan alam.

Respons Pemerintah Pusat: Klarifikasi Resmi dari Istana Negara

Situasi yang memanas akhirnya memaksa pemerintah pusat turun tangan. Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kompleks Istana Kepresidenan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah mengambil keputusan final terkait status empat pulau tersebut.

“Presiden Prabowo telah memutuskan bahwa keempat pulau Pulau Panjang, Pulau Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek—secara administratif tetap menjadi bagian dari Provinsi Aceh,” ujar Prasetyo dengan tegas.

Pernyataan ini berdasarkan kajian mendalam dari Kementerian Dalam Negeri serta dokumen pendukung dari Badan Informasi Geospasial dan instansi terkait lainnya. Presiden menekankan pentingnya mengedepankan keadilan dan integritas wilayah dalam pengambilan keputusan negara.

Dinamika Politik: Antara Kebijakan, Otonomi, dan Sentimen Publik

Kebijakan pemindahan wilayah kerap menimbulkan resistensi, apalagi jika menyangkut provinsi dengan kekhususan seperti Aceh. Dalam kasus ini, publik Aceh merespons cepat karena trauma masa lalu terhadap perlakuan pusat yang tidak melibatkan aspirasi lokal.

Beberapa tokoh juga menyoroti kehadiran Bobby Nasution, Wali Kota Medan sekaligus menantu Presiden Joko Widodo, yang dianggap ‘gercep’ (gerak cepat) mengomentari polemik ini. Hal ini menambah panas diskusi di media sosial karena muncul asumsi bahwa isu ini bersinggungan dengan agenda politik dan ekonomi tertentu.

Narasi di Media Sosial: Publik Kritisi Kekacauan Informasi

Media sosial menjadi kanal utama publik meluapkan opini dan keresahan. Salah satu unggahan di platform X (Twitter) dari akun @IMVANEX menyindir kegaduhan nasional akibat keputusan yang dianggap gegabah:

"Kacau banget, ini siapa yang awalnya bikin gaduh bangsa Indonesia soal pulau di Aceh? Presiden Prabowo pasti ngamuk, kok bisa udah adem ayem dan damai eh tiba-tiba ribut 'pencaplokan' pulau oleh Sumut, sampai BOBBY gercep bgt. Gimana nih Mendagri Pak TITO Karnavian?"

Unggahan semacam ini menggambarkan persepsi publik bahwa kebijakan negara, seharusnya tidak dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa komunikasi dua arah. Respons seperti ini penting dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan untuk menjaga kepercayaan publik.

Upaya Meredam Konflik: Kepastian Hukum dan Konsolidasi Pemerintah

Langkah Presiden Prabowo menegaskan posisi keempat pulau sebagai bagian Aceh mendapat sambutan positif dari berbagai elemen masyarakat. Keputusan ini dianggap berkeadilan serta menghormati hak otonomi Aceh sebagai daerah istimewa.

Selain itu, pernyataan resmi dari istana juga diharapkan dapat mengakhiri kekisruhan informasi yang sempat membuat opini publik terbelah. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri, diminta untuk mengevaluasi mekanisme penerbitan keputusan administratif, agar ke depannya tidak lagi menimbulkan kegaduhan yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

Baca Juga: Komisi VIII DPR Desak Pengusutan Intimidasi terhadap Atlet Disabilitas di Bekasi

Presiden Prabowo dan Komitmen terhadap Persatuan Wilayah

Kebijakan Presiden Prabowo dalam menyelesaikan polemik ini menunjukkan komitmen terhadap prinsip kesatuan negara serta kepekaan terhadap geopolitik lokal. Sebagai kepala negara, keputusan tegas seperti ini memberikan pesan kuat bahwa pemerintah tidak akan membiarkan potensi konflik horizontal berkembang hanya karena kesalahan teknis birokrasi.

Langkah ini juga mencerminkan arah kepemimpinan Prabowo yang mengedepankan penyelesaian berbasis musyawarah dan data teknis yang kuat.

Kisruh pemindahan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek dari Aceh ke Sumatera Utara menjadi pelajaran penting dalam manajemen wilayah administratif Indonesia.

Meski sudah diredam lewat keputusan Presiden Prabowo, insiden ini membuka wacana penting soal pentingnya koordinasi pusat-daerah, transparansi kebijakan, dan penghormatan terhadap kewenangan daerah otonom.

Sebagaimana ditegaskan oleh pemerintah pusat, harapannya adalah agar keputusan ini menjadi solusi permanen dan tidak membuka ruang konflik baru. Integritas wilayah dan persatuan bangsa harus tetap dijaga dalam setiap kebijakan negara.


Berita Terkait


News Update