“Begitu pula dengan neraka, tidak pernah terbayang seperti apa. Neraka yang sesungguhnya jauh dan jauh dan jauh daripada itu,”
Buya Yahya juga menyentil persoalan lemahnya iman sebagai akar dari fenomena ini. Menurutnya, orang yang benar-benar beriman tidak akan tega menjadikan neraka sebagai bahan candaan atau hiburan.
“Kalau imannya ada, tidak akan mungkin dia merendahkan surga atau neraka. Di saat disebut ‘neraka’, yang ada adalah air mata. Bagaimana sempat main-main dan guyonan?”
Selain masalah keimanan, beliau juga menyinggung soal kerusakan mental yang bisa membuat seseorang menikmati kekerasan atau penderitaan.
“Hari ini ada orang yang mentalnya rusak sehingga siksa itu dinikmati. Semestinya sedih, tidak sedih lagi, tapi menikmati. Ini kan masalah mental,”
Beliau mencontohkan kasus seorang muslimah yang mengaku menonton siaran gelap yang menampilkan adegan penyiksaan ekstrem dan merasa menikmatinya, sebuah pertanda bahwa ada kerusakan pada aspek psikologis.
Buya Yahya kembali menekankan bahwa merendahkan perkara akhirat bukanlah urusan sepele.
“Yang merendahkan surga dan neraka adalah keluar dari iman. Itu saja yang perlu kami sampaikan,” pungkasnya.