Polres Demak bertindak cepat dengan menerima laporan dari keluarga korban pada malam hari setelah kejadian. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) langsung menginvestigasi keesokan harinya, memeriksa pelaku, kepala sekolah, serta para saksi.
Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak juga tidak tinggal diam. Kepala Dinas, Haris Wahyudi Ridwan, menyatakan telah menurunkan tim untuk investigasi internal. “Kami akan ambil langkah tegas sesuai aturan yang berlaku. Sanksi administratif hingga pemecatan bisa dilakukan,” ujarnya.
Dumadi kini menghadapi kemungkinan sanksi ganda secara administratif dari sekolah dan dinas, serta proses hukum dari aparat kepolisian.
Dampak Psikologis: Luka yang Tak Terlihat
Menurut psikolog anak Dr. Rina Susanti, tindakan seperti ini dapat berdampak jangka panjang terhadap korban. Siswa bisa mengalami trauma psikologis, kehilangan rasa percaya terhadap institusi sekolah, bahkan penurunan motivasi belajar.
“Apalagi jika terjadi di ruang ujian tempat yang sudah cukup memberi tekanan pada siswa. Ditambah lagi kekerasan fisik dari figur otoritatif, dampaknya sangat serius,” jelas Rina.
Ia juga menegaskan bahwa kekerasan dalam pendidikan tidak hanya membahayakan fisik, tetapi merusak fondasi moral anak.
Baca Juga: Modal Gerak Dikit Saldo DANA Gratis Rp135.000 Cair ke Dompet Elektronik! Buktikan Pakai Aplikasi Ini
Solusi dan Refleksi: Waktunya Reformasi Disiplin di Sekolah
Kekerasan di sekolah bukan fenomena baru di Indonesia. Namun, era digital membuat insiden seperti ini semakin terekspos. Penting bagi institusi pendidikan untuk bertransformasi dalam pendekatan kedisiplinan.
Sanksi tegas bagi pelaku harus diiringi dengan pelatihan khusus bagi guru dalam menghadapi situasi menantang secara emosional. Program anti-kekerasan dan pelatihan pengelolaan emosi harus diwajibkan dalam sertifikasi pendidik.
Sekolah juga perlu menyediakan kanal pengaduan bagi siswa agar tidak takut melapor saat terjadi pelanggaran. Keterlibatan komite sekolah, psikolog, dan aparat hukum menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan suportif.
Kasus kekerasan oleh Dumadi di SMPN 1 Karangawen menjadi cermin buruknya sistem kedisiplinan konvensional yang masih menggunakan kekerasan. Dari sekadar siulan yang belum terbukti, berkembang menjadi tragedi yang mengakibatkan trauma fisik dan psikologis bagi siswa.
Respons cepat dari publik, media sosial, hingga aparat hukum dan dinas pendidikan menunjukkan bahwa masyarakat kini semakin peka terhadap isu kekerasan dalam pendidikan. Namun, ini tidak cukup jika tidak diiringi langkah nyata dalam pencegahan dan edukasi terhadap para pendidik.