Viral! Bahlil Lahadalia Dikepung Massa di Bandara Sorong, Diteriaki 'Penipu' hingga Kabur Lewat Pintu Belakang

Minggu 08 Jun 2025, 09:33 WIB
Menteri Bahlil Diteriaki Warga 'Penipu' di Bandara Sorong, Ini Detik-detik Ia Menghilang. (Sumber: X/@Mdy_Asmara1701)

Menteri Bahlil Diteriaki Warga 'Penipu' di Bandara Sorong, Ini Detik-detik Ia Menghilang. (Sumber: X/@Mdy_Asmara1701)

Kritik serupa muncul dari akun @RohtaAnjulian yang mengaitkan aksi tersebut sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan yang telah lama terpendam. “Yang diteriakkan itu bukan sekadar emosi, tapi jeritan kecewa yang lama dipendam. Kalau merasa difitnah, buktikan dengan kerja, bukan klarifikasi di kamera,” tulisnya.

Sementara itu, akun @BravoChaer96469 mendesak agar pemerintah menghormati dan melindungi hak masyarakat adat. “Keluarkan Bahlil dari masyarakat adat Papua. Jangan biarkan dia injak tanah ini lagi,” ujarnya lantang.

Kebijakan Investasi vs Kelestarian Alam

Kasus ini kembali membuka diskursus nasional tentang pertentangan antara kepentingan investasi dan kelestarian lingkungan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi dan BKPM berkomitmen meningkatkan kontribusi sektor tambang dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk melalui proyek hilirisasi nikel di Indonesia Timur.

Namun, di sisi lain, masyarakat Papua dan berbagai elemen masyarakat sipil terus mempertanyakan transparansi, partisipasi, dan keberpihakan kebijakan tersebut terhadap masyarakat adat.

Salah satu persoalan utama adalah kurangnya keterlibatan publik dalam perizinan tambang serta dampak sosial-ekologis yang sering kali tidak tercatat dalam kajian resmi.

Suara Akademisi dan Pemerhati Lingkungan

Dosen Ilmu Lingkungan dari Universitas Papua, Dr. Yohanes Warinussy, mengungkapkan bahwa konflik semacam ini menjadi bukti lemahnya komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan masyarakat lokal.

“Isu ini bukan hanya soal tambang, tetapi tentang bagaimana orang Papua merasa diabaikan. Mereka tidak menolak pembangunan, tetapi menolak dijadikan objek tanpa suara,” ujarnya dalam wawancara kepada media lokal.

Warinussy juga mengingatkan pentingnya mengkaji ulang dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) secara terbuka dan partisipatif, terutama untuk proyek-proyek tambang di kawasan sensitif seperti Raja Ampat.

Baca Juga: Waspada Pinjol Ilegal! Ini Daftar Aplikasi Pinjaman Bank Resmi 2025 dengan Limit Jumbo Rp200 Juta

Kebutuhan Dialog yang Setara

Insiden di Sorong semestinya dijadikan momentum refleksi, bukan sekadar insiden protokoler. Pemerintah perlu lebih aktif membuka ruang dialog yang inklusif, tidak hanya dengan elite lokal, tetapi juga dengan masyarakat akar rumput, tokoh adat, dan aktivis lingkungan.

Tindakan menghindar atau sekadar mengutus perwakilan bukan solusi jangka panjang. Masyarakat Papua membutuhkan kepastian bahwa suara mereka benar-benar didengar dan dipertimbangkan dalam setiap keputusan strategis yang menyangkut masa depan tanah dan laut mereka.

Peristiwa protes terhadap Bahlil Lahadalia di Bandara DEO Sorong bukan sekadar insiden biasa. Ia mencerminkan akumulasi ketidakpuasan atas kebijakan yang dinilai lebih berpihak pada kapital daripada kelestarian dan keadilan sosial. Masyarakat adat Papua tidak menuntut lebih, mereka hanya ingin keadilan atas tanah leluhur mereka.


Berita Terkait


News Update