Siapa Pemilik PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Anugerah Surya Pratama? Ini Fakta Sebenarnya (Sumber: Tiktok/@itstimehan)

Nasional

Profil Lengkap PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Anugerah Surya Pratama: Legalitas Diragukan, Ancaman Nyata bagi Raja Ampat?

Minggu 08 Jun 2025, 07:13 WIB

POSKOTA.CO.ID - Raja Ampat, yang secara administratif berada di Papua Barat Daya, memiliki reputasi sebagai salah satu ekosistem laut dan darat terbaik di dunia.

Dengan lebih dari 1.500 pulau kecil dan atol, serta ribuan spesies flora dan fauna, kawasan ini telah menjadi ikon pariwisata berkelanjutan Indonesia.

Namun, seiring meningkatnya minat pemerintah terhadap hilirisasi sumber daya alam, tekanan terhadap kawasan ini kian nyata.

Baca Juga: Daftar 65 Pinjol Legal Berizin OJK Juni 2025, Simak Ciri-cirinya!

Aktivitas Pertambangan di Pulau-Pulau Strategis

Dilansir dari @Greenpeace Indonesia, melalui unggahan di media sosial sejak 2024, mengangkat isu eksploitasi nikel di tiga pulau utama Gag, Kawe, dan Manuran.

Eksplorasi dan pertambangan di wilayah ini telah menyebabkan penggundulan sekitar 500 hektar hutan primer. Aktivitas ini tidak hanya mengancam habitat endemik, tetapi juga memperburuk kualitas tanah dan air yang menopang kehidupan masyarakat adat dan keanekaragaman hayati.

Korporasi di Balik Pertambangan Raja Ampat

Beberapa perusahaan tambang yang menjadi sorotan antara lain PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Anugerah Surya Pratama. PT Mulia Raymond Perkasa diketahui memulai eksplorasi di Pulau Batang Pele sejak Mei 2025.

Namun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa perusahaan ini tidak memiliki dokumen lingkungan maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hal ini menyebabkan aktivitas mereka dihentikan secara paksa.

Sementara itu, PT Anugerah Surya Pratama diketahui merupakan bagian dari Wanxiang Group, konglomerat nikel asal China. Perusahaan ini beroperasi di Pulau Waige dan Manuran untuk kegiatan pertambangan dan peleburan feronikel. Adanya aktor asing dalam pengelolaan SDA Papua menimbulkan pertanyaan besar terkait kedaulatan sumber daya dan keberlanjutan lingkungan.

Minimnya Pengawasan dan Ketidakjelasan Informasi

Pemeriksaan terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bahwa banyak dari mereka beroperasi secara minim informasi. Kantor pusat PT Mulia Raymond Perkasa di Jakarta terkesan misterius dengan sedikit atau tanpa aktivitas berarti. Informasi kepemilikan pun tidak tersedia secara transparan.

Fenomena ini memperparah kekhawatiran publik mengenai siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi.

Ekowisata vs Ekstraksi Sumber Daya

Raja Ampat telah lama dikembangkan sebagai kawasan ekowisata berkelanjutan. Kehadiran industri ekstraktif seperti pertambangan bertentangan langsung dengan visi pelestarian tersebut. Dampak jangka panjang dari aktivitas tambang meliputi pencemaran air laut, sedimentasi, dan terganggunya jalur migrasi biota laut.

Kondisi ini menimbulkan dilema antara mengejar pertumbuhan ekonomi melalui hilirisasi sumber daya versus menjaga keberlanjutan alam.

Para aktivis lingkungan menyebut bahwa kerusakan ekologis yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada nilai ekonomi jangka pendek yang dihasilkan.

Baca Juga: Tabel Pinjaman Rp100 Juta KUR BRI 2025 Cicilan Mulai Rp1 Jutaan, Cek Syarat dan Caranya di Sini!

Tuntutan terhadap Pemerintah dan Perusahaan

Masyarakat sipil dan organisasi lingkungan menuntut transparansi dari perusahaan tambang serta peningkatan pengawasan dari pemerintah.

Regulasi yang ketat terhadap dokumen AMDAL, PPKH, serta audit lingkungan diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada eksploitasi tanpa pengawasan. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal sebagai penjaga warisan ekologis harus diperkuat.

Raja Ampat adalah warisan dunia yang tidak bisa digantikan. Upaya mempertahankan kelestarian kawasan ini memerlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat adat, LSM, dan pelaku industri. Tanpa pengawasan ketat dan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, kita berisiko kehilangan surga terakhir Indonesia.

Tags:
Raja Ampatpertambangan nikelkerusakan ekologisPapua Barat Dayaperusahaan tambangdokumen lingkunganhilirisasi nikel

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor