POSKOTA.CO.ID – Polemik seputar aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus menjadi sorotan publik setelah aksi protes dari Greenpeace Indonesia dan sejumlah pemuda Papua pada Konferensi Critical Mineral Conference and Expo di Jakarta, 3 Juni lalu. Isu ini kini menjalar hingga Istana Negara dan memicu perbedaan sikap antara kementerian terkait.
Adi Prayitno, pakar ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, mengatakan bahwa protes tersebut menjadi titik balik munculnya kontroversi besar seputar dugaan pelanggaran lingkungan oleh perusahaan tambang di kawasan konservasi internasional itu.
“Aktivitas pertambangan di sekitar Raja Ampat bukan hanya menimbulkan polemik, tapi dikhawatirkan akan merusak ekosistem,” ujarnya dalam kanal YouTube Adi Prayitno Official, dikutip oleh Poskota pada Minggu, 8 Juni 2025.
Ia mengingatkan, Raja Ampat telah ditetapkan sebagai Global Geopark oleh UNESCO pada 2023 dan dinobatkan oleh National Geographic sebagai salah satu dari 25 destinasi wisata dunia untuk 2025. Dengan status tersebut, menurut Adi, kawasan ini seharusnya dilindungi dari segala bentuk kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan.
Baca Juga: Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Diterbitkan Tahun 2017: Siapa Menteri ESDM pada Masa Itu?
Protes Atas Dasar Regulasi
Greenpeace Indonesia menilai aktivitas pertambangan di kawasan pesisir Raja Ampat melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Mereka mengklaim bahwa pertambangan telah menurunkan kesuburan tanah serta menimbulkan ancaman pencemaran lingkungan.
Namun pernyataan Greenpeace tersebut ditanggapi beragam oleh instansi pemerintah.
“Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan ada pelanggaran serius yang kini tengah diinvestigasi,” kata Adi.
Sebaliknya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menyatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran dalam kegiatan tambang nikel di wilayah tersebut.
“Ini menjadi kontradiksi antara dua lembaga negara. Satu menyebut ada pelanggaran serius, satu lagi menyatakan tak ada masalah,” tambah Adi.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Klaim Tambang Nikel PT GAG Berjarak 30-40 Km dari Raja Ampat, Ini Fakta Lengkapnya
Istana Merespons
Merespons polemik yang kian meluas, pihak Istana menyatakan akan menurunkan tim investigasi serta melakukan kunjungan langsung ke Raja Ampat.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mengurai polemik yang telah menyedot perhatian publik.
Di sisi lain, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut bahwa lokasi tambang berada jauh dari kawasan wisata utama Raja Ampat, menepis anggapan publik bahwa tambang beroperasi dekat lokasi sensitif.
Menanti Hasil Investigasi
Adi menekankan pentingnya menahan diri dari sikap menghakimi sebelum investigasi tuntas dilakukan. Ia menyoroti perlunya kehati-hatian agar tidak terjebak dalam disinformasi, termasuk isu hoaks yang menyebut laut Raja Ampat telah tercemar.
“Sampai detik ini belum ada bukti nyata bahwa laut Raja Ampat tercemar,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi bahwa polemik tambang di Indonesia bukan hanya soal izin, melainkan juga soal dampaknya terhadap ekosistem dan masyarakat lokal.
“Aktivitas pertambangan apapun, selama sesuai hukum dan tidak merusak lingkungan, harus didukung. Tapi jika merugikan masyarakat lokal dan merusak alam, tentu harus ditinjau ulang,” pungkasnya.
Sebagai tindak lanjut, Kementerian ESDM disebut telah menghentikan sementara aktivitas tambang nikel di kawasan tersebut hingga investigasi rampung.