POSKOTA.CO.ID - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara terbuka membeberkan alasan di balik pemberian izin tambang nikel di Raja Ampat, wilayah yang dikenal dengan keindahan baharinya.
Namun, izin ini menuai kritik dari pegiat lingkungan karena dianggap melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang aktivitas tambang di pulau berluas kurang dari 2.000 km persegi.
Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat dituding menyebabkan sedimentasi, kerusakan hutan, dan mengancam kawasan pariwisata.
Salah satu lokasi yang menjadi sorotan adalah Pulau Gag, tempat beroperasinya PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk yang berada di bawah naungan holding BUMN tambang MIND ID.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Klaim Tambang Nikel PT GAG Berjarak 30-40 Km dari Raja Ampat, Ini Fakta Lengkapnya
Izin Tambang Diterbitkan 2017: Siapa Pejabat yang Bertanggung Jawab?
Izin tambang nikel di Raja Ampat pertama kali dikeluarkan pada 2017. Saat itu, Menteri ESDM dijabat oleh Ignasius Jonan, mantan Dirut KAI yang memimpin kementerian tersebut dari 14 Oktober 2016 hingga 23 Oktober 2019.
Hingga kini, terdapat lima perusahaan yang memiliki izin tambang di Raja Ampat. Dua di antaranya mendapat izin dari pemerintah pusat, yakni:
- PT Gag Nikel (izin Operasi Produksi sejak 2017)
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP) (izin operasi produksi sejak 2013), perusahaan PMA asal China.
Sementara tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari Bupati Raja Ampat, yaitu:
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) (IUP terbit 2013)
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) (IUP terbit 2013)
- PT Nurham (IUP terbit 2025)
Klaim Pemerintah: Tambang Nikel Tak Bermasalah
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa aktivitas tambang nikel di Raja Ampat tidak melanggar aturan.
Ia membantah tudingan pelanggaran UU No. 27/2007 yang diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023 tentang larangan tambang di pulau kecil.