Pakar Hukum: Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Langgar Undang-Undang, Menteri Tak Boleh Lepas Tanggung Jawab

Minggu 08 Jun 2025, 11:12 WIB
Pakar hukum tata negara menilai aktivitas tambang di Pulau Gag Raja Ampat melanggar undang-undang. (Sumber: Instagram/@greenpeaceid)

Pakar hukum tata negara menilai aktivitas tambang di Pulau Gag Raja Ampat melanggar undang-undang. (Sumber: Instagram/@greenpeaceid)

POSKOTA.CO.ID – Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai keberadaan pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum lingkungan.

Ia menyerukan pencabutan izin secara tegas oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki pemberian izin tambang tersebut.

“Pulau Gag itu luasnya sekitar 6.000 hektare. Kecil sekali. Dalam ketentuan undang-undang, pulau kecil adalah wilayah yang kecil atau sama dengan 2.000 km²," kata Feri, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Feri Amsari Official pada Minggu, 8 Juni 2025.

"Jadi, 6.000 hektare itu sekitar 60 km². Maka sudah pasti termasuk pulau-pulau kecil. Sehingga, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tadi, tidak boleh dilakukan aktivitas pertambangan,” lanjutnya.

Baca Juga: Izin Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dinilai Langgar Undang-Undang, Pakar Hukum Tata Negara: Menteri Harus Cabut Izinnya Sekarang Juga

Ia menyoroti sikap Menteri Bahlil yang menyatakan bahwa kegiatan tambang itu hanya dihentikan sementara sambil menunggu peninjauan langsung. Menurut Feri, ini bukan alasan yang dapat dibenarkan secara hukum.

“Pak Menteri (Bahlil Lahadalia) harus segera, secepat mungkin, mencabut izin pertambangan yang ada, sebagaimana ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.,” ujarnya.

Feri menambahkan bahwa pemerintah tidak bisa terus berdalih bahwa izin dikeluarkan oleh pejabat sebelumnya.

“Jadi apa pun argumentasi yang dibangun bahwa izinnya dilakukan sebelumnya, itu harus dianggap hanya sebagai alasan untuk menghindar dari tanggung jawab. Tanggung jawab menteri sekarang adalah mencabut izin itu,” tegasnya.

Pernyataan Feri muncul setelah sejumlah pihak, termasuk pelaku pariwisata lokal, melaporkan dampak lingkungan yang sudah terjadi akibat aktivitas pertambangan di sekitar Pulau Gag.

Baca Juga: Tolak Eksploitasi Raja Ampat, Menteri ESDM Bahlil Diteriaki 'Penipu' setelah Diduga Kabur dari Aksi Protes di Sorong

Salah satunya adalah fenomena coral bleaching, yakni memudarnya warna terumbu karang akibat stres lingkungan dan perubahan suhu laut.

“Jadi, ada sesuatu yang harus segera direspons oleh Pak Menteri dengan mencabut izin tambang,” kata Feri.

Selain aspek hukum lingkungan, Feri menyoroti dimensi konstitusional persoalan ini. Ia mengutip Pasal 33 ayat 4 dan Pasal 28H UUD 1945, yang menurutnya menegaskan pentingnya pembangunan berkelanjutan dan hak atas lingkungan hidup yang sehat.

Lebih lanjut, ia mendorong aparat penegak hukum untuk menyelidiki proses penerbitan izin tambang di kawasan yang seharusnya dilindungi.

Baca Juga: Profil Lengkap PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Anugerah Surya Pratama: Legalitas Diragukan, Ancaman Nyata bagi Raja Ampat?

Feri mengakhiri pernyataannya dengan seruan moral kepada masyarakat dan pemerintah untuk menjaga Raja Ampat sebagai warisan alam bangsa.

“Raja Ampat bukan lahan kosong. Raja Ampat adalah aset berharga bangsa ini. Tidak boleh kekayaan alam kita dirusak hanya demi kepentingan segelintir orang-orang kaya,” pungkasnya.


Berita Terkait


News Update