Menurutnya, PT Gag Nikel beroperasi di bawah Kontrak Karya (KK) yang dikecualikan dari larangan aktivitas di hutan lindung berdasarkan UU Kehutanan.
"Jadi, kontrak karya yang kemudian UU Kehutanan pun untuk hutan lindung dia termasuk 13 KK yang mendapat pengecualian," ujar Tri.
Ia juga menegaskan bahwa izin yang sudah diberikan tidak akan diubah berdasarkan UU No. 2/2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dampak Lingkungan: Sedimentasi dan Reklamasi
Tri menyatakan bahwa lahan tambang di Pulau Gag tidak terlalu luas, dengan 131 hektar sudah direklamasi dan 59 hektar dinyatakan berhasil.
"Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi secara keseluruhan, sebetulnya tambang ini enggak ada masalah," klaimnya.
Kementerian ESDM telah mengirim inspektur tambang untuk memeriksa seluruh operasi nikel di Raja Ampat. Hasil evaluasi ini akan menjadi dasar keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Pro dan Kontra yang Berlanjut
Meski pemerintah meyakini tambang nikel di Raja Ampat aman, aktivis lingkungan tetap khawatir akan dampak jangka panjang terhadap ekosistem pesisir dan pariwisata. Apalagi, Pulau Gag berdekatan dengan kawasan konservasi laut dunia.
Dengan izin baru yang masih dikeluarkan hingga 2025, perdebatan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan di Raja Ampat diprediksi masih akan terus bergulir.