POSKOTA.CO.ID – Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengecam keras keberadaan aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang dinilainya sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ia menuntut agar Menteri Investasi Bahlil Lahadalia segera mencabut izin tambang tersebut.
“Pulau Gag itu hanya sekitar 6.000 hektare atau 60 km², artinya masuk kategori pulau kecil. Undang-undang jelas melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil,” kata Feri, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Feri Amsari Official pada Minggu, 8 Juni 2025.
“Pak Menteri tidak bisa lari dari tanggung jawab, karena Pasal 51 ayat 1 jelas menyebut menteri berwenang mencabut izin,” lanjutnya.
Feri menyayangkan sikap pemerintah yang disebutnya lamban dan cenderung mencari-cari alasan.
Ia menanggapi pernyataan Bahlil yang menyebut aktivitas tambang tersebut hanya dihentikan sementara dan bahwa letak pulau itu jauh dari kawasan konservasi Raja Ampat.
“30 kilometer itu dekat, Pak. Dampaknya pasti akan ke sana. Perlahan-lahan akan mengganggu ekosistem,” tegasnya.
Ia juga menyinggung dampak lingkungan yang telah terjadi, seperti pemutihan terumbu karang (coral bleaching) di sekitar area pertambangan.
Menurut Feri, alasan bahwa izin tersebut bukan diterbitkan di era Bahlil tidak bisa menjadi dalih untuk tidak bertindak.
“Tanggung jawabnya bukan soal siapa yang menerbitkan izin, tapi siapa yang mencabutnya. Kalau izinnya melanggar undang-undang, ya harus dicabut,”
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa pelanggaran ini berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi sumber daya alam.
“Kalau ada keuntungan finansial dari izin yang melanggar UU, itu sudah masuk korupsi. Maka penegak hukum juga harus menyelidiki,” ujarnya.
Baca Juga: Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat Disorot Banyak Pihak, 4 Perusahaan Kena Sanksi
Feri juga menyinggung ketentuan konstitusi. “Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 menekankan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Ini jelas tidak berwawasan lingkungan,” katanya. Ia menambahkan, “Pasal 28H menjamin hak atas lingkungan hidup yang sehat bagi setiap warga negara. Apakah kepentingan nikel harus mengorbankan hak itu?”