Fakta Pelanggaran 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat: Dari Izin Hingga Kerusakan Ekosistem

Sabtu 07 Jun 2025, 11:25 WIB
Dampak tambang nikel di Raja Ampat mengkhawatirkan! Protes aktivis, kerusakan hutan, dan sanksi pemerintah. Baca fakta selengkapnya di sini. (Sumber: X/@uranushit)

Dampak tambang nikel di Raja Ampat mengkhawatirkan! Protes aktivis, kerusakan hutan, dan sanksi pemerintah. Baca fakta selengkapnya di sini. (Sumber: X/@uranushit)

Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebut empat perusahaan pemegang izin tambang nikel di Raja Ampat:

PT Gag Nikel

  • Kepemilikan: Sepenuhnya oleh PT Antam Tbk (BUMN) setelah akuisisi 2008.
  • Izin: Kontrak karya sejak 1998, luas 13.136 hektar di Pulau Gag.
  • Catatan: Mulai produksi 2018, tetapi dituding abai pada analisis dampak lingkungan (Amdal).

PT Anugerah Surya Pratama

  • Kepemilikan: Anak perusahaan Wanxiang Group (China), beroperasi juga di Morowali.
  • Lokasi: Pulau Waigeo dan Manuran.
  • Isu: Diduga melakukan perluasan lahan tanpa konsultasi masyarakat adat.

PT Mulia Raymond Perkasa

  • Operasi: Eksplorasi di Pulau Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan PPKH.
  • Status: Dihentikan KLH, tetapi jejak kerusakan belum dipulihkan.

PT Kawei Sejahtera Mining

  • Pelanggaran: Tambang ilegal seluas 5 hektar di Pulau Kawe, menyebabkan sedimentasi.
  • Sanksi: Dikenai denda administratif, terancam gugatan perdata.

Respons Pemerintah dan Tuntutan Aktivis

KLH mengakui adanya pelanggaran dan mengklaim telah menjatuhkan sanksi. Namun, Greenpeace menilai pemerintah lamban menindak perusahaan yang beroperasi tanpa AMDAL.

"Raja Ampat adalah jantung keanekaragaman hayati. Eksploitasi nikel harus dihentikan sebelum kerusakan tak terpulihkan terjadi," tegas Arie Rompas, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Dampak Sosial dan Lingkungan

Masyarakat adat Papua melaporkan penurunan hasil tangkapan ikan akibat sedimentasi. "Karang tempat ikan bertelur kini tertutup lumpur," ungkap Maria Wenda, warga lokal yang ikut dalam aksi.

Analisis Ahli: Dr. Siti Nurbaya (Ahli Ekologi Kelautan) memperingatkan, sedimentasi dapat memicu kematian massal terumbu karang dalam 5 tahun jika tidak dikendalikan.

Apa Selanjutnya? Aktivis mendesak:

  • Audit lingkungan menyeluruh oleh KLH.
  • Pencabutan izin perusahaan yang melanggar.
  • Percepatan perlindungan hukum untuk kawasan adat.

Baca Juga: PT Gag Nikel Klaim Penambangan di Raja Ampat Ramah Lingkungan, Ini Katanya

Sementara itu, Kementerian ESDM menyatakan akan mengevaluasi izin tambang di Papua Barat, tetapi belum memberikan timeline jelas.


Berita Terkait


News Update