POSKOTA.CO.ID - Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara mendesak penghentian ekspansi industri tambang nikel yang dinilai merusak ekosistem pesisir, memperparah ketimpangan pembangunan, dan mengancam keberlanjutan pulau-pulau kecil di wilayah tersebut, seperti Pulau Kabaena, Wawonii, dan Labengki.
Pulau Kabaena di Kabupaten Bombana menjadi sorotan utama sebagai contoh dampak buruk eksploitasi nikel.
Meskipun kaya akan sumber daya alam, masyarakat setempat menghadapi kerusakan infrastruktur jalan, krisis air bersih, degradasi lingkungan, dan minimnya akses terhadap pelayanan dasar.
"Ada ironi besar di Kabaena: kekayaan alam dikeruk, tapi jalanan penuh lubang, air bersih sulit didapat, dan masyarakat hanya menerima debu dan kerusakan. Ini bukan pembangunan, tapi bentuk baru dari ketidakadilan ekologis," kata Andi Rahman, Direktur WALHI Sulawesi Tenggara, dalam pernyataannya pada Selasa, 3 Juni 2025, dikutip oleh Poskota dari akun Instagram @walhisultra.
Menurut data WALHI, ekspansi tambang nikel di Sulawesi Tenggara telah menyebabkan deforestasi, pencemaran air, gangguan ketahanan pangan lokal, perusakan kebun rakyat, serta hilangnya wilayah tangkap nelayan.
Pulau-pulau kecil seperti Kabaena, Wawonii, dan Labengki kini berada di bawah tekanan ekologis yang melebihi daya dukung lingkungan mereka.
Dalam momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia, WALHI menyerukan penolakan terhadap model pembangunan yang mengorbankan pulau-pulau kecil demi keuntungan industri, termasuk yang mengatasnamakan transisi energi.
"Jika negara sungguh-sungguh ingin menjaga lingkungan hidup dan masa depan generasi, maka penyelamatan pulau-pulau kecil dan penghentian ekspansi tambang adalah langkah mendesak," tegas Andi Rahman.
WALHI juga mendesak pemerintah untuk mengutamakan keadilan ekologis dan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam guna memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat.