Menurut Sri Mulyani, BSU lebih siap secara data dan teknis karena menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan yang sudah tervalidasi.
“Dengan kesiapan data dan kecepatan implementasi, BSU dinilai mampu memberikan dampak yang lebih efektif dibandingkan diskon listrik,” jelasnya.
Latar Belakang Program Diskon Listrik
Sebelum dibatalkan, diskon tarif listrik sebesar 50 persen direncanakan untuk sekitar 79,3 juta pelanggan rumah tangga berdaya hingga 1.300 VA.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sempat mengumumkan program ini sebagai bagian dari enam stimulus ekonomi guna menjaga pertumbuhan ekonomi kuartal II di angka 5 persen.
Namun karena kendala teknis dan administrasi, program ini tidak dilanjutkan dan dikeluarkan dari paket kebijakan stimulus ekonomi, yang kini hanya terdiri dari lima poin.
Baca Juga: Perkiraan Penyaluran Bansos PKH dan BPNT Tahap 2 Dilakukan Mei-Juni 2025, Cek Informasinya Disini!
Lima Stimulus Ekonomi yang Tetap Diberlakukan
Meski diskon listrik batal, pemerintah tetap menjalankan lima bentuk stimulus ekonomi lainnya:
Diskon Transportasi
- Kereta: potongan harga 30 persen
- Pesawat: PPN DTP 6 persen
- Kapal laut: diskon 50 persen
Tol: diskon 20 persen untuk 110 juta kendaraan selama libur sekolah
Peningkatan Bantuan Sosial
- Tambahan Kartu Sembako sebesar Rp200.000/bulan
- Bantuan beras 10 kg untuk 18,3 juta KPM
- Bantuan Subsidi Upah (BSU)
- Rp300.000/bulan bagi pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta
Diskon Iuran JKK
- Diskon 50 persen selama enam bulan untuk sektor padat karya
- Rencana pemberian diskon listrik 50 persen untuk pelanggan berdaya 1.300 VA ke bawah dibatalkan akibat lambatnya proses penganggaran serta kurangnya koordinasi antarkementerian.
- Pemerintah menggantikannya dengan program BSU yang lebih siap dan cepat dijalankan.
Meski demikian, bantuan kepada masyarakat tetap diberikan melalui berbagai program stimulus lainnya yang lebih matang dari sisi teknis dan anggaran.