Kawah Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat. (Sumber: Poskota/Gatot Poedji Utomo)

Daerah

Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu Bertambah 270 Kali, Penyebab Sedang Diteliti

Rabu 04 Jun 2025, 14:35 WIB

BANDUNG, POSKOTA.CO.ID - Aktivitas vulkanik Gunung Tangkubanparahu terus bertambah. Berdasarkan pantauan Badan Geologi, frekuensi gempa Vulkanik atau low frequency (LF) sebanyak 134 kali pada Selasa, 3 Juni 2025.

Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu bertambah hingga 270 kali, dengan amplituda 1.5-12 mm durasi 7-29 detik serta gempa vulkanik dangkal 2 kali kejadian dengan amplituda 2-8 mm berdurasi 6-9 detik, Rabu, 4 Juni 2025.

"Betul ada peningkatan dari gempa Low Frequency (LF). Jadi jelas ini menunjukkan ada tren peningkatan dari sisi kegempaan," kata Penyelidik Bumi Ahli Utama Badan Geologi, Kristiyanto di Tangkuban Parahu, Rabu, 4 Juni 2025.

Untuk menyingkronkan data visual lapangan, Badan Geologi turut mengamati deformasi tubuh gunung melalui pengukuran EDM (Electronic Distance Measurement) dan GPS.

Baca Juga: Cerita Unik Korban Selamat Longsor Gunung Kuda Cirebon: Ingat Cicilan Mobil!

"Pemantauan ini tentu harus sinkron dengan data visual lapangan. Peningkatan deformasi yang kami lihat mendukung temuan kegempaan," ujarnya.

Tangkuban Parahu dikenal sebagai gunung berapi tipe hidrotermal yang berpotensi mengalami erupsi freatik, yaitu semburan uap dan material panas tanpa didahului peningkatan deformasi atau kegempaan yang signifikan.

"Berbeda dengan Gunung Merapi atau Semeru, erupsi freatik di sini bisa terjadi nyaris tanpa tanda-tanda besar. Faktor pemicunya bisa berupa naiknya magma menuju permukaan atau peningkatan tekanan akibat aktivitas hidrotermal,” ucap dia.

Menurutnya, sejak erupsi freatik terakhir pada 2019, Tangkuban parahu relatif tenang. Namun, berdasarkan aktivitas-aktivitas vulkanik yang terekam, pihaknya kesukitan dalam menetapkan ambang batas yang pasti untuk memicu erupsi freatik.

Baca Juga: Siapa Pemilik Tiga Dewa Adventure? Pendaki Protes Kehabisan Lahan Tenda di Gunung

"Terakhir yang tercatat adalah tahun 2019, kemudian yang sebelumnya terjadi di 2013," ujarnya.

Guna memastikan penyebab peningkatan aktivitas kali ini, Badan Geologi memantau multigas vulkanik dan membandingkan pola gas dengan data tahun-tahun sebelumnya. Uji gas pun dilakukan untuk memastikan penyebabnya.

"Tapi, analisis gunung hidrotermal memang tidak mudah. Bisa saja tren data serupa dengan 2019, dan bisa pula berbeda," katanya.

Tags:
Tangkuban ParahuGunung Tangkuban ParahuBadan Geologi

Gatot Poedji Utomo

Reporter

Febrian Hafizh Muchtamar

Editor