POSKOTA.CO.ID - Layanan keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) semakin mudah diakses oleh masyarakat.
Salah satu bentuk layanan tersebut adalah pinjaman online (pinjol). Meski menawarkan kemudahan pencairan dana, tidak semua pinjol beroperasi secara sah. Maraknya praktik pinjol ilegal menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia, terutama karena modus operandi yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan, secara rutin mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memilih penyedia pinjaman online.
Masyarakat diimbau untuk memastikan legalitas pinjol dan menghindari penawaran yang tidak masuk akal serta mencurigakan.
Berikut adalah tujuh ciri utama pinjol ilegal yang perlu diketahui publik agar tidak menjadi korban praktik keuangan yang merugikan.
Baca Juga: Persija Jakarta Resmi Tunjuk Mauricio Souza Sebagai Pelatih Baru Musim 2025/2026
1. Tidak Terdaftar dan Tidak Memiliki Izin OJK
Ciri utama dari pinjol ilegal adalah ketiadaan izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan. Setiap penyedia pinjaman online yang legal wajib terdaftar dan diawasi oleh OJK sebagaimana tertuang dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pengecekan legalitas dapat dilakukan melalui situs resmi OJK (www.ojk.go.id) atau aplikasi OJK Checking. Bila penyedia pinjaman tidak tercantum dalam daftar resmi OJK, maka besar kemungkinan layanan tersebut ilegal dan tidak menawarkan perlindungan hukum bagi konsumennya.
2. Proses Pengajuan yang Terlalu Mudah Tanpa Verifikasi Data
Pinjol ilegal umumnya menawarkan kemudahan ekstrem dalam proses pengajuan, seperti pencairan dana hanya dalam hitungan menit tanpa verifikasi identitas, penghasilan, atau kemampuan membayar. Praktik ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian yang diwajibkan OJK bagi penyedia layanan pinjaman.
Verifikasi data bertujuan untuk menilai kelayakan debitur serta mencegah risiko kredit bermasalah. Ketika penyedia pinjaman mengabaikan proses ini, hal tersebut mengindikasikan bahwa yang bersangkutan tidak mengikuti standar industri yang berlaku dan berpotensi besar merupakan entitas ilegal.
3. Bunga dan Biaya Tidak Transparan
Salah satu keluhan utama pengguna pinjol ilegal adalah tingginya bunga dan biaya tambahan yang tidak diinformasikan secara jelas sejak awal. Banyak korban yang mengaku bahwa jumlah yang harus dibayar jauh melebihi nilai pinjaman pokok akibat penambahan denda, biaya administrasi tersembunyi, atau perpanjangan otomatis.
Padahal, penyedia pinjaman yang legal wajib menyampaikan informasi secara transparan mengenai:
- Suku bunga pinjaman
- Biaya administrasi
- Tenor atau jangka waktu pinjaman
- Denda keterlambatan (jika ada)
Ketiadaan transparansi dalam informasi pembiayaan menjadi sinyal kuat bahwa pinjol tersebut tidak tunduk pada pengawasan regulator.
4. Metode Penagihan yang Mengintimidasi dan Melanggar Etika
Pinjol ilegal kerap menerapkan metode penagihan yang mengarah pada tindak pidana seperti:
- Mengancam menyebarluaskan data pribadi
- Memaki dan melecehkan peminjam
- Menghubungi kontak di ponsel debitur secara massal
Cara-cara tersebut jelas melanggar kode etik penagihan yang ditetapkan OJK dan asosiasi fintech, yakni Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). OJK bahkan menyediakan kanal pengaduan khusus bagi masyarakat yang mengalami kekerasan atau intimidasi dari penagih pinjaman online.
5. Permintaan Akses ke Seluruh Data Pribadi di Ponsel
Pinjol ilegal seringkali meminta akses tak relevan ke ponsel calon peminjam, seperti:
- Daftar kontak
- Galeri foto
- Riwayat pesan
- Lokasi perangkat
Akses ini digunakan untuk melancarkan intimidasi jika terjadi keterlambatan pembayaran. Padahal, sesuai regulasi terbaru OJK dan Kementerian Kominfo, aplikasi pinjaman online legal hanya diperkenankan mengakses tiga hal: kamera, mikrofon, dan lokasi.
6. Identitas Perusahaan Tidak Jelas
Transparansi perusahaan merupakan salah satu indikator legalitas layanan. Sayangnya, banyak pinjol ilegal tidak mencantumkan alamat kantor fisik, nomor telepon tetap, atau identitas badan hukum yang jelas.
Sebaliknya, pinjol legal wajib mencantumkan:
- Nama badan hukum
- Nomor izin OJK
- Alamat kantor pusat
- Kontak resmi layanan konsumen
Jika satu-satunya sarana komunikasi hanyalah melalui nomor WhatsApp atau media sosial tanpa kejelasan identitas, maka masyarakat sebaiknya waspada dan tidak melanjutkan transaksi.
7. Perjanjian Pinjaman Tidak Jelas atau Tidak Tersedia
Ciri terakhir dari pinjol ilegal adalah absennya dokumen perjanjian pinjaman yang memuat:
- Nominal pinjaman
- Rincian bunga
- Jangka waktu pembayaran
- Ketentuan penalti
Banyak korban pinjol ilegal mengaku tidak pernah menerima perjanjian tertulis atau hanya diberi tangkapan layar yang tidak sah secara hukum. Hal ini membuat peminjam tidak memiliki bukti resmi yang dapat digunakan dalam pembelaan apabila terjadi sengketa.
Baca Juga: Pinjaman Online Langsung Cair? Simak Cara Mudah dan Cepat Tanpa Proses Berbelit
Upaya Pencegahan dan Edukasi oleh Pemerintah
OJK bersama Satgas PASTI (Penanganan Aktivitas Keuangan Ilegal) secara aktif menindak dan memblokir ratusan aplikasi pinjol ilegal setiap bulannya. Selain itu, pemerintah juga menggiatkan literasi keuangan digital agar masyarakat lebih cermat dalam memilih layanan pinjaman.
Langkah Preventif bagi Masyarakat:
- Periksa legalitas penyedia pinjaman di situs OJK
- Hindari mengunduh aplikasi dari sumber tidak resmi
- Laporkan penawaran pinjol mencurigakan melalui WhatsApp resmi OJK (081-157-157-157)
- Gunakan aplikasi Trust Positif dari Kominfo untuk memeriksa situs/aplikasi terverifikasi
Pinjaman online ilegal bukan hanya persoalan bunga tinggi atau biaya tersembunyi. Lebih dari itu, ia dapat menjadi pintu masuk berbagai kejahatan digital seperti penyalahgunaan data pribadi, pemerasan, hingga ancaman mental bagi korban.
Dengan mengenali tujuh ciri utama pinjol ilegal, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan mampu membedakan layanan legal dan ilegal. Edukasi keuangan digital menjadi kunci utama dalam membangun ketahanan finansial di era teknologi saat ini.