POSKOTA.CO.ID - Di tengah maraknya permintaan akan akses modal usaha yang cepat dan mudah cair, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dihadapkan pada dua pilihan utama: Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI 2025 dan pinjaman online (pinjol).
Keduanya menawarkan kemudahan pencairan dana, namun memiliki perbedaan mendasar dalam hal legalitas, bunga, keamanan data, serta tujuan pemanfaatan dana.
Bagi pelaku usaha pemula yang membutuhkan modal tambahan, memahami kelebihan dan risiko masing-masing opsi sangat krusial. Sebab, salah memilih jalur pendanaan dapat berdampak buruk pada keberlangsungan bisnis dan stabilitas keuangan pribadi.
Baca Juga: Link Live Streaming Persita vs Persib Hari Ini: Saksikan Duel Sengit Liga 1 2025 di Sini
Perbandingan Lengkap: KUR BRI 2025 vs Pinjaman Online
Berikut adalah sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membandingkan KUR BRI dengan layanan pinjaman online:
1. Suku Bunga dan Beban Kredit
KUR BRI menawarkan suku bunga yang sangat rendah, yakni maksimal 6% per tahun, bahkan bisa 0% untuk kategori tertentu yang disubsidi penuh oleh pemerintah. Hal ini sangat menguntungkan pelaku usaha kecil karena tidak membebani pengembalian modal.
Sebaliknya, pinjol terutama yang tidak berizin dikenal memiliki bunga sangat tinggi, mulai dari 24% hingga 100% per tahun, bahkan lebih. Tidak sedikit nasabah pinjol yang terjebak dalam lingkaran utang akibat akumulasi bunga dan denda.
2. Legalitas dan Pengawasan
KUR BRI merupakan program pemerintah yang disalurkan secara resmi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Koperasi dan UKM. Transparansi serta akuntabilitas lembaga penyalur menjadikan KUR sebagai solusi aman dan terpercaya.
Sementara itu, pinjol sangat beragam dari sisi legalitas. Meskipun beberapa di antaranya telah terdaftar di OJK, tidak sedikit pinjol ilegal yang beroperasi tanpa izin, sehingga rawan penipuan dan penyalahgunaan data pribadi nasabah.
3. Tujuan Penggunaan Dana
KUR BRI secara spesifik ditujukan untuk pengembangan usaha produktif, baik mikro, kecil, maupun menengah. Hal ini berarti dana yang dicairkan harus digunakan untuk operasional bisnis, pembelian bahan baku, alat produksi, atau perluasan usaha.
Pinjol cenderung memberikan dana tanpa syarat tujuan, sehingga lebih fleksibel namun juga berisiko disalahgunakan untuk konsumsi non-produktif, yang pada akhirnya tidak memberikan return ekonomi.