Keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepertinya dalam kajian. Mencuat pertanyaan, masihkah dibutuhkan atau tidak dibutuhkan lagi dalam sistem pemilu kita.
Ada yang berpendapat, DKPP tak diperlukan lagi, sementara kalangan lainnya, pemantau dan pengamat pemilu berpendapat DKPP sangat diperlukan.
Keberadaannya dibutuhkan sebagai satu kesatuan dari dua lembaga penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Jika, DKPP ditiadakan, kata pengamat,pelaksanaan pemilu diprediksi menjadi arena pertarungan politik yang brutal.
“Dapat dikatakan DKPP itu sebagai pengawas dari KPU dan Bawaslu. Apakah dalam menjalankan tugasnya sudah baik dan benar sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang berlaku atau melenceng,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Yang menjadi persoalan bagian mana yang diawasi, apakah soal etika dan moral atau mengawasi pelaksanaan tugas secara keseluruhan,” kata Yudi.
“Ini yang mestinya menjadi bagian yang dirumuskan dalam rancangan paket UU Pemilu dan UU Pilkada,” kata mas Bro.
“Apakah tugas DKPP hanya mengurusi soal etika dan moral para penyelenggara dan pengawas pemilu, atau di dalamnya termasuk potensi adanya pelanggaran,” tambah mas Bro.
“Dalam sebuah lembaga atau institusi, dewan pengawas atau dewan kehormatan itu lazim adanya, apalagi lembaga yang memiliki tugas strategis,” kata Heri.
“Lembaga KPK misalnya memiliki dewan pengawas yang tugasnya tak hanya menegakkan kode etik, juga mengawasi kinerja KPK, bahkan mengevaluasi kerja KPK dalam pemberantasan korupsi,” jelas Yudi.
“Prinsipnya dewan kehormatan atau dewan pengawas itu diperlukan untuk menjaga profesionalitas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas.,” kata Heri.
“Dengan KPU dan Bawaslu yang semakin profesional, akan mendongkrak tingkat kepercayaan publik terhadap hasil pemilu yang jurdil, tanpa keberpihakan dan kecurangan,” kata Yudi.
“Soal jurdil dan tanpa keberpihakan inilah hendaknya menjadi bagian dari penegakan kode etik penyelenggara dan pengawas pemilu, tak terkecuali dewan kehormatan yang bertugas menegakkan kode etik,” kata mas Bro.
“Lantas bagaimana dengan moralitas pribadi penyelenggara?,” tanya Yudi.
“Ini yang hendaknya dirumuskan agar tidak tumpang tindih. Jangan sampai moralitas pribadi ditangani, sedangkan pelanggaran tugas, malah tertutupi,” kata mas Bro. (Joko Lestari).