JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, telah selesai menjalani pemeriksaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu mantan Presiden Republika Indonesia Joko Widodo (Jokowi), di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Mei 2025. Dalam pemeriksaan itu, Roy Suryo mengaku penyidik mencecar mengenai riwayat hidupnya.
"Soal bagaimana dulu hidup saya, kisah saya. Saya SD, SMP, SMA, ada ijazah sesaui ya. Kemudian S1 UGM asli, S2 UGM asli, S3 UNJ asli. Saya jelaskan semua," kata Roy Suryo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis, 15 Mei 2025.
Selain itu, kata Roy Suryo, penyidik juga menanyakan mengenai profesinya saat ini. Dia mengatakan bahwa profesinya sebagai konsultan telematika dan multimedia. Sehingga dirinya diminta menjelaskan menganai telematika. Menurutnya, telematika adalah telekomunikasi, media, dan informatika, untuk bisa menganalisis.
Baca Juga: Jadwal Final FA Cup 2025 Crystal Palace vs Manchester City, Disiarkan di Mana?
"Jadi, saya saintis, menganalisis secara independen segala hal yang berbau dengan suara, foto, video, dan lain sebagainya," kata Roy Suryo.
Selanjutnya, kata Roy Suryo, penyidik juga meminta dirinya untuk menjelaskan perjalanan hidupnya. Mulai dari penah menjadi dosen, anggota KPI sebagai anggota DPR dan juga sebagai Menpora pada 2013-2014. Hingga saat ini dia menjadi konsultan independen.
"Saya berhak melakukan apa yang menjadi tugas saya dan saya berhak menyampaikan kepada masyarakat sepanjang ilmu pengetahuan dan menjadi keterbukaan informasi publik. Itu saja yang ditanyakan," jelas Roy Suryo.
Selain mengenai riwayat hidup, Roy Suryo juga mengaku ditanya terkait beberapa video. Namun dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan penyidik tersebut. Karena, baginya, pertanyaan soal video tidak sesuai surat laporan, sehingga tak menjawabnya.
"Sekitar 26 pertanyaan dengan jumlah halaman sekitar 22 lebih, dan saya juga menyampaikan jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan pada laporan," ucap Roy Suryo.
Dalam kesempatan itu, Roy Suryo menyinggung penggunaan Pasal 32 dan 35 UU ITE yang menurutnya tidak relevan dengan konteks yang dilaporkan. Karena, kata dia, kedua pasal tersebut sejatinya dirancang untuk menjaga keamanan transaksi elektronik, bukan untuk mempidanakan individu.
"Pasal itu tujuannya untuk transaksi elektronik supaya Indonesia itu diselamatkan dari perdagangan internasional dan kita bisa ikut. Bukan pasal untuk mempidanakan orang. Jahat sekali kalau ada orang menggunakan pasal itu untuk mempidanakan seseorang," kata mantan Politikus Partai Demokrat tersebut.