POSKOTA.CO.ID – Ulama terkemuka KH. Yahya Zainul Ma’arif, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, memberikan tanggapan terhadap wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang dikabarkan akan menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah daerah.
Menurut Buya, kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang karena menyangkut persoalan syariat dan nilai-nilai kemanusiaan.
“Kalau pemandulan, maka tidak diperkenankan pemandulan ini secara hukum fikih,” ujar Buya Yahya dalam sebuah sesi tanya jawab, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Al-Bahjah TV pada Senin, 12 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa vasektomi yang menyebabkan kemandulan permanen merupakan bentuk yang tidak dibolehkan dalam fikih Islam.
Wacana tersebut mencuat setelah adanya pernyataan bahwa sebagian besar penerima bantuan sosial adalah warga dengan ekonomi lemah dan memiliki banyak anak.
Gubernur pun menganggap vasektomi sebagai solusi agar bantuan sosial lebih tepat sasaran.
Buya Yahya menegaskan bahwa pengambilan kebijakan harus melibatkan berbagai pihak dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip agama maupun kemanusiaan.
“Pemimpin yang baik harus berusaha untuk selalu membuat perubahan yang baik, tentunya bersama-sama, bukan malah menyenggol syariat,” jelasnya.
Menurut beliau, kontrasepsi dalam bentuk pengaturan kehamilan seperti azl, pil, atau alat kontrasepsi lainnya masih bisa dipertimbangkan.
Namun, tindakan permanen seperti vasektomi, terutama jika tidak bisa dikembalikan fungsinya, dikhawatirkan akan menjadi bentuk penentangan terhadap takdir Allah.
“Jika benar itu pemandulan selama-lamanya, maka jelas tidak diperkenankan dalam fikihnya,” tegasnya.
Meskipun ada klaim bahwa vasektomi saat ini dapat dibalikkan melalui teknologi medis, Buya Yahya tetap mengingatkan bahwa hal tersebut belum mendapatkan kesepakatan penuh dari kalangan medis dan belum terbukti sepenuhnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah fokus pada edukasi pengaturan kehamilan yang tidak menyalahi syariat, serta lebih memperhatikan pendekatan persuasif dan kemanusiaan.
“Yang terpenting kan edukasi, edukasi, pendidikan,” imbuhnya.
Di akhir penjelasannya, Buya Yahya mengajak semua pihak, termasuk para pemimpin, untuk saling terbuka dan bijak dalam menyikapi perubahan sosial.
“Kami himbau kepada siapapun pemimpin Anda, jika mereka itu menginginkan perubahan kepada lebih baik, dukung dari sisi ini, tinggal ini ujian bagi kita bagaimana cara kita membantu membuat perubahan, tanpa harus memusuhi,”