Ilustrasi - Seseorang tengah asyik bermain judi online (judol). Berdasarkan data PPATK, 71,6 persen pelaku Judol memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA RAYA

Mayoritas Pemain Judi Online Ternyata Berpenghasilan Rendah

Sabtu 10 Mei 2025, 15:06 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Sebagian besar pemain judi online (Judol) di Indonesia bukan berasal dari kalangan berpenghasilan tinggi.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 71,6 persen pelaku Judol memiliki penghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta, yakni sekitar Rp5 juta.

Pakar sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menilai data tersebut menunjukkan eratnya keterkaitan antara Judol dengan masalah ekonomi dan kemiskinan.

"Aspek ekonomi atau kemiskinan memang ini menjadi masalah yang fundamentalnya, akarnya ini soal ekonomi, soal kemiskinan," kata Rakhmat.

Baca Juga: Perputaran Uang Judi Online Rp47 Triliun di Awal 2025, Komisi II DPR: Ini Musibah

Menurutnya, masyarakat dengan penghasilan rendah rentan terjerumus dalam Judol karena mencari jalan instan untuk menambah pemasukan. Harapan mendapatkan uang cepat mendorong mereka mengambil risiko, mulai dari taruhan kecil berbasis pulsa hingga nominal besar.

"Kondisi ekonomi yang sulit membuat mereka rentan terhadap jebakan ini, yang pada akhirnya memperparah lingkaran kemiskinan," ucap Rakhmat.

Selain faktor ekonomi, Rakhmat menyoroti lemahnya nilai dan kontrol sosial di tengah masyarakat.

Ia menyebut banyak keluarga yang gagal mengawasi anak-anak dari pengaruh dunia digital, termasuk berbagai bentuk judi online.

"Banyak keluarga yang kehilangan kontrol terhadap anak-anaknya yang mudah terpengaruh oleh dunia online dan berbagai modus judi," jelasnya.

Yang lebih memprihatinkan, lanjut Rakhmat, pelaku Judol tak hanya berasal dari kelompok miskin, tetapi juga merambah ke kalangan aparat, guru, mahasiswa, profesional, hingga ibu rumah tangga. Bahkan, ada pemain yang masih berusia 10 tahun.

"Ini menunjukkan betapa rentannya generasi muda terhadap bahaya Judol," kata Rakhmat.

Baca Juga: DPRD Desak Pemprov Jakarta Berantas Judi Online Mulai dari ASN hingga Warga

Ia juga menilai edukasi mengenai dampak negatif Judol masih minim.

Banyak masyarakat belum paham risiko kecanduan, kerugian finansial, dan tekanan psikologis akibat Judol. Kondisi ini sering kali membuat pelaku terjerat pinjaman online dan mengalami krisis keuangan yang lebih buruk.

Di sisi lain, menurutnya, upaya pencegahan dari pemerintah cenderung formal dan belum menyentuh masyarakat secara langsung.

Ia menyarankan agar kampanye anti-Judol dilakukan dengan pendekatan yang lebih kreatif dan dekat dengan keseharian masyarakat.

"Pendekatan informal yang menggabungkan seni, budaya, dan hiburan yang lebih efektif menjangkau berbagai kalangan, terutama generasi dan masyarakat luas," katanya.

Baca Juga: Jakarta Duduki Peringkat 2 Kasus Judi Online, Pengamat Minta Pemprov Fokus Berantas Judol

Terakhir, Rakhmat menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan merata. Ia menyoroti adanya praktik tebang pilih dan dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi jaringan Judol.

"Ini menyebabkan penindakan hanya menyasar pelaku kecil, sementara bos-bos besar tetap bebas. Kondisi ini melemahkan upaya pemberantasan Judol secara menyeluruh," pungkasnya.

Tags:
bahaya Judolpenghasilan rendahjudolpemain judi online

Ali Mansur

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor