POSKOTA.CO.ID - Seorang driver ojek online (ojol) asal Surabaya kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi setelah didakwa terlibat dalam kasus pembobolan bank senilai Rp119 miliar.
Ironisnya, keterlibatan pria ini bermula dari kesediaannya meminjamkan rekening pribadinya kepada seseorang yang dikenalnya melalui media sosial.
Dalam persidangan, terungkap bahwa rekening atas nama driver ojol tersebut digunakan sebagai sarana untuk mentransfer dana hasil kejahatan.
Terdakwa mengaku tidak mengetahui secara rinci tujuan penggunaan rekeningnya dan hanya menerima imbalan sebesar Rp250.000.
Baca Juga: Tetap Tenang! Inilah Tips Ampuh Menghadapi Teror Penagihan Pinjol, Simak Selengkapnya
“Sementara saat ini, ia masih didakwa dan dipenjara karena terbukti bahwa namanya digunakan untuk membobol bank tersebut,” Ucap pengisi suara channel YouTube Desi Sutriani dikutip Poskota pada Selasa, 6 Mei 2025.
Kasus ini menjadi contoh nyata betapa berbahayanya menyerahkan data pribadi, terlebih identitas dan akses rekening, kepada pihak yang tidak jelas. Dalam beberapa tahun terakhir, modus meminjam rekening atau menjual data pribadi semakin marak terjadi.
Banyak dari pelaku awalnya tergiur oleh imbalan uang tunai, tanpa menyadari risiko hukum yang besar di kemudian hari.
Pakar keamanan siber mengingatkan, fenomena ini beririsan langsung dengan kasus-kasus yang terjadi di sektor pinjaman online (pinjol).
Perusahaan-perusahaan pinjol saat ini tengah menghadapi berbagai tekanan, mulai dari kebocoran data hingga gugatan hukum karena wanprestasi.
Salah satu kasus besar baru-baru ini adalah gugatan PT Sarana Paktindo terhadap Amarta Micro Fintech senilai Rp47 miliar, akibat dugaan pelanggaran kontrak.
Baca Juga: Terdaftar OJK dan Proses Cepat, Dana Cicil Tawarkan Fitur Pinjol Rp8 Juta Tanpa Risiko Tinggi
Di sisi lain, publik juga dihebohkan dengan maraknya penggunaan aplikasi pemindaian retina seperti WorldCoin di kawasan Jabodetabek. Meski telah diblokir oleh OJK, praktik pendaftaran dan pemindaian retina masih terjadi di beberapa lokasi, seperti Tanah Abang.
Pemerintah khawatir, data biometrik yang dikumpulkan bisa disalahgunakan untuk tindakan kriminal seperti pengajuan pinjaman ilegal hingga kejahatan siber lintas negara.
"Bayangkan, hanya demi imbalan sejumlah kecil uang, orang-orang menyerahkan data retina mereka yang sejatinya adalah salinan digital diri mereka sendiri," ungkap seorang pengamat teknologi digital yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pemerintah dan lembaga pengawas terus mengimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming uang cepat. Mengingat dampaknya bisa sangat panjang, bahkan seumur hidup, terutama jika data tersebut disalahgunakan untuk kejahatan perbankan atau pinjaman ilegal.
Bagi masyarakat yang tengah terjebak dalam lilitan pinjaman online, solusi bukanlah dengan menjual identitas atau data pribadi. Hadapi masalah satu per satu, dan jangan menambah risiko baru yang bisa menyeret keluarga dan masa depan dalam bahaya.