Lindungi Kebebasan Berekspresi, Mahkamah Konstitusi Batasi Makna 'Kerusuhan' dalam UU ITE

Rabu 30 Apr 2025, 15:15 WIB
Potret gedung Mahkamah Konstitusi Indonesia. (Sumber: Istimewa)

Potret gedung Mahkamah Konstitusi Indonesia. (Sumber: Istimewa)

POSKOTA.CO.IDMahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) memutuskan bahwa istilah "kerusuhan" dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak dapat diterapkan pada keributan di ruang digital, sebuah langkah yang dipandang sebagai upaya melindungi kebebasan berekspresi di dunia maya.

Dalam putusan bernomor 116/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU ITE yang diajukan oleh seorang jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar.

Mahkamah menyatakan bahwa kata "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

“Kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber,” demikian bunyi amar putusan MK, seperti dikutip dari akun resmi X Mahkamah Konstitusi, Selasa, 29 April 2025

Baca Juga: UU TNI 2025 Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Tujuh Warga Tempuh Jalur Hukum

Pasal 28 ayat (3) UU ITE

Pasal ini mengatur tentang larangan menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong (hoax) yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

Intinya, seseorang yang dengan sengaja menyebarkan hoax yang menyebabkan kerusuhan berpotensi mendapatkan sanksi.

Namun, permasalahannya adalah definisi "kerusuhan" yang selama ini menimbulkan multitafsir. Dalam penjelasan pasal ini, kerusuhan dimaknai sebagai kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan di ruang digital atau siber.

Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena sulit membedakan apakah kerusuhan yang dimaksud bisa terjadi di dunia maya atau hanya di dunia nyata.

Baca Juga: Pembahasan RUU KUHAP Ditunda, Komisi III DPR: Memperbanyak Penyerapan Aspirasi dari Masyarakat

Permasalahan Utama

Ketidakjelasan definisi "kerusuhan": Frasa "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak jelas apakah kerusuhan yang dimaksud hanya di ruang fisik atau juga di ruang digital.

Pasal ini berpotensi digunakan untuk kriminalisasi berlebihan terhadap penyebar informasi di media sosial, terutama terkait hoax yang dianggap menimbulkan kerusuhan.

Oleh karena itu, MK menyatakan bahwa kerusuhan di media sosial bukan merupakan tindak pidana yang dapat dijerat UU ITE, sehingga frasa kerusuhan harus dimaknai sebagai gangguan ketertiban di ruang fisik, bukan di dunia maya.

Jadi, permasalahan utama adalah ketidakjelasan dan multitafsir dalam definisi kerusuhan yang menyebabkan pasal ini rawan disalahgunakan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Berita Terkait

News Update