Dedi Mulyadi Tuai Kritikan! Aksinya Diduga Langkahi Wewenang Kepala Daerah

Selasa 22 Apr 2025, 13:05 WIB
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dikenal publik sebagai sosok pemimpin yang tidak segan untuk terjun langsung menyelesaikan persoalan masyarakat.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dikenal publik sebagai sosok pemimpin yang tidak segan untuk terjun langsung menyelesaikan persoalan masyarakat.

Banyak pihak mempertanyakan Apakah gubernur berhak menangani urusan di wilayah kota/kabupaten, yang notabene merupakan otoritas dari wali kota atau bupati?

Perspektif Akademik: Kritik dari Prof. Muradi (Unpad)

Guru besar dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Muradi, memberikan pandangan kritis terhadap aksi Dedi Mulyadi. Menurutnya, tindakan langsung yang dilakukan oleh gubernur dalam menata PKL dan trotoar di Kota Bandung dapat dikategorikan sebagai bentuk overlapping (tumpang tindih) kewenangan.

Muradi menegaskan bahwa berdasarkan UU 23 Tahun 2014, trotoar merupakan tanggung jawab dari pemerintah kabupaten/kota, bukan provinsi.

Oleh karena itu, tindakan gubernur yang melangkahi urusan mikro ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap persepsi publik terhadap fungsi wali kota atau bupati.

“Kalau orang merasa wali kotanya tidak kelihatan, jangan-jangan karena gubernurnya terlalu tampil ke depan,” ujar Muradi dalam sebuah diskusi di Bandung, 22 April 2025.

Batasan Wewenang Gubernur Menurut UU

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 secara eksplisit membagi kewenangan pemerintah daerah sebagai berikut:

  • Kewenangan pusat: bidang pertahanan, luar negeri, yustisi, fiskal, dan agama.
  • Kewenangan provinsi: urusan lintas kabupaten/kota seperti pengelolaan sungai besar, terminal tipe A, dan jalan provinsi.
  • Kewenangan kabupaten/kota: pengelolaan trotoar, pasar tradisional, PKL, taman kota, hingga pelayanan publik seperti pendidikan dasar dan kesehatan tingkat pertama.

Gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat yang bertugas membina, mengawasi, dan mengkoordinasikan kegiatan pemerintah kabupaten/kota.

Dengan demikian, peran gubernur lebih bersifat fasilitatif dan koordinatif, bukan eksekutif dalam arti langsung menangani urusan daerah.

Antara Overlapping dan Inisiatif Positif

Fenomena seperti yang dilakukan Dedi Mulyadi sesungguhnya membuka dua sisi mata uang. Di satu sisi, kecepatan dan ketegasan tindakan gubernur memberi kesan bahwa kepala daerah provinsi tanggap terhadap persoalan rakyat.

Namun di sisi lain, hal ini berpotensi menciptakan ketidakseimbangan relasi kelembagaan antara gubernur dan bupati/wali kota.

Hal tersebut juga dapat mengaburkan akuntabilitas publik. Bila masyarakat menilai bahwa semua persoalan diselesaikan oleh gubernur, maka fungsi dan peran kepala daerah tingkat dua akan tergerus, bahkan dianggap tidak mampu.

Implikasi Politik dan Tata Kelola Pemerintahan

Kecenderungan intervensi langsung dari gubernur dalam urusan daerah lain juga berisiko menimbulkan resistensi dari pemerintah kabupaten/kota.


Berita Terkait


News Update