POSKOTA.CO.ID - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyoroti praktik pemerasan yang dialami kepala desa di hampir seluruh Indonesia oleh oknum LSM dan wartawan bodong.
Mereka biasanya mendatangi desa-desa dan mengancam kepala desa terkait pengelolaan anggaran desa atau masalah lainnya. Sehingga para kepala desa pun mengeluarkan sejumlah uang kepada mereka.
"Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu dua, LSM sama wartawan bodrek dan mereka mutar itu. Hari ini kepada desa ini minta Rp1 juta. Bayangkan, kalau ada 300 desa, Rp300 juta, kalah gaji Kemendes itu, gaji menteri kalah itu sama mereka," papar Yandri dalam siaran langsung Sosialiasi Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025 untuk wilayah Jawa, yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendes PDT yang dikutip Poskota pada Minggu, 2 Februari 2025.
Yandri juga menanggapi paparan dari Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung), Taufan Zakaria yang menyinggung mengenai aplikasi Jaga Desa.
Baca Juga: Terbukti Jual Beli Jabatan, Mendes Ancam Copot Pejabat Terlibat
Dengan adanya aplikasi tersebut dihadirkan oleh Kejagung guna mempercepat respons atas beragam masalah hukum yang terjadi di desa atau melibatkan kepala desa.
Untuk itu dengan adanya aplikasi tersebut diharapkan Yandri apabila ada upaya dugaan pemerasan oleh oknum LSM dan wartawan gadungan bisa ditindaklanjuti oleh Kejagung maupun Polri.
Selain Yandri dan Taufan, kegiatan sosialisasi itu juga diikuti oleh Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Komisaris Jenderal Polisi Fadil Imran.
Mendes Yandri menyampaikan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan, antara lain untuk mencegah adanya pemanfaatan Dana Desa yang fiktif, terutama terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan.
"Dana Desa ini kalau kita kalkulasikan, ada sekurang-kurangnya Rp16 triliun, besar sekali. Maka kami mohon pihak polisi dan jaksa untuk ikut mengawal ini, kami tidak mau ada yang fiktif," terang Yandri.
Dia mencontohkan yang dimaksud pemanfaatan Dana Desa fiktif adalah kepala desa mengklaim memanfaatkan Dana Desa untuk sepuluh ribu jagung, tetapi faktanya hanya seribu jagung.