Menurutnya, sebagian besar pembeli juga akan mengurangi jumlah pembelian untuk menyiasati harga bahan pokok yang mahal.
"Yang biasanya beli setengah kilo, belinya jadi seperapat aja," jelasnya.
Ida berharap, kenaikan harga cabai tidak berlarut meski sudah biasa terjadi. Pasalnya, kenaikan harga berdampak pada aktivitas perniagaan.
Sri, seorang pedagang di Pasar Slipi, Jakarta Barat, mengungkapkan kenaikan harga sangat terhadap aktivitas jual-beli.
"Yang harusnya bawa Rp5 ribu udah dapat cabai, ini kan gak dapat, mau gak mau mereka nambah misal nambah Rp2 ribu. Kalau saya kadang saya kasih seadanya aja misalnya mau beli Rp5 ribu saya kasih seadanya," ungkapnya.
Kenaikan harga cabai juga sangat dirasakan Sri, seperti saat akan belanja di pasar induk. Mau tidak mau, ia mesti mengurangi jumlah pembelian.
"Saya belanja cabai keriting, biasanya beli 15 kilo, ini saya kurangi 4 kilo, jadi cuma beli 11 kilo aja, soalnya mahal," tuturnya.
Sri sendiri mengaku terbantu karena saat ini dirinya sudah banyak pembeli tetap. Meski demikian, ia mengatakan kenaikan harga berpengaruh ke omset meski tidak begitu signifikan.
"Kalau yang beli mah pasti ada aja yang beli, apalagi kebutuhan pokok kan. Ya paling disiasatin aja, kalau lagi naik begini ya harganya dinaikin," tukasnya.
Sri pun berharap tren kenaikan harga cabai ini bisa segera diatasi, sehingga aktivitas perniagaan di pasar tradisional kembali normal.
"Harapannya kalau bisa jangan sampai tembus diangka Rp100 ribu, memang kalau mau natal sama tahun baru ini harga-harga udah pasti naik," tuturnya.
Salah seorang pembeli di Pasar Tomang Barat, Partini (42) menyebut kenaikan harga bertepatan saat musim hujan hingga Nataru sudah biasa terjadi. Bahkan ia menyebut tak kaget dengan adanya kenaikan harga ini.