ANAK-ANAK hingga saat ini masih terus menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh terdekatnya.
Seperti yang dialami oleh seorang anak berinisial A, berusia 7 tahun di kawasan Jakarta Timur yang menjadi korban dari seorang kakek berinisial U berusia 72 tahun.
Aksi pelecehan itu pun sempat terekam kamera CCTV dan aksinya menjadi viral di media sosial.
Bahkan aksi yang dilakukan kakek yang sudah memiliki 9 orang cucu itu pun dilakukannya sebanyak dua kali.
Mulai dilakukan di sebuah gang, hingga di kantor sekretariat RW.
Masih maraknya aksi pelecehan tersebut, karena berdasarkan penelitian para pelakunya sering membaca atau menonton konten-konten porno.
Dan mereka pun mencoba melampiaskan hal tersebut ke orang-orang terdekatnya dan hanya berfikir sesaat.
Para pelaku biasanya bisa dengan mudah beraksi, karena tidak adanya kontrol sosial sehingga menjadi salah satu alasan.
Artinya, pelaku tidak dekat secara emosional dengan keluarga sehingga tidak ada kontrol sosial yang bisa mencegah terjadinya agresivitas seksual.
Berdasarkan catatan Komnas Perlindungan Anak, pelaku pelecehan maupun kekerasan terhadap anak, justru orang terdekat.
Mulai dari orang tua bukan kandung, kakak, paman kandung, guru, tetangga, serta teman sebaya anak.
Tidak jarang justru keluarga justru ikut membantu dan memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual itu.
Bahkan dari data itu menunjukkan betapa menderitanya anak-anak dengan posisi tidak mendapat pertolongan dari kita.
Dari semua kasus yang terjadi, diharapkan pemerintah lebih dalam melindungi anak-anak, karena penegakan hukum juga masih sangat lemah.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tak mampu berbuat banyak untuk kerja penegakan hukum karena fakta dana operasionalnya sangat terbatas sekali.
Bahkan, Jaksa Penuntut Umum juga belum sepahaman dalam menangangi perkara-anak, karena ada banyak kasus-kasus anak yang ditolak oleh Jaksa.
Penerapan UU perlindungan anak yang sudah tersedia belum diterapkan aparat penegak hukum.
Misal UU RI No. 17 Tahun 2016 yang mengatur bahwa ketentuan UU ini menerapkan bahwa kejahatan seksual merupakan tindak pidana kejahatan luar biasa yang dapat diancam pidana seumur hidup bahkan hukuman mati. (*)