Si Miskin Sekolah Bayar

Sabtu 29 Jul 2023, 07:00 WIB
Foto: Suasana anak masuk sekolahan di Jakarta. (Dok. Poskota)

Foto: Suasana anak masuk sekolahan di Jakarta. (Dok. Poskota)

KEBUTUHAN hidup di Jakarta kian hari semakin kelimpungan. Masyarakat kurang mampu alias si miskin merasakan betul bagaimana sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan biaya sekolah yang tinggi.

Padahal pemerintah sudah mewajibkan belajar 12 tahun dengan menggratiskan biaya sekolah negeri,mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). 

Anehnya masih banyak warga Ibu Kota belum menikmati sekolah gratis tersebut.Alasannya daya tampung sekolah negeri di Jakarta sangat terbatas sehingga mau tidak mau si miskin yang tinggal di Jakarta terpaksa beralih ke sekolah swasta dan harus mengeluarkan kocek lebih banyak, jika tak ingin ketinggalan mata pelajaran.

Lalu apa yangmenjadi penyebab kuota sekolah negeri di Jakarta cepat penuh dan terbatas ? Salah satu faktor adalah banyak orangtua di luar Jakarta berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di Jakarta. Tujuannya untuk menikmati bantuan sosial (bansos) dan biaya sekolah gratis dengan mutu pendidikan yang baik.

Karena itu, merekamelakukan segala cara agar anaknya terdaftar sebagai warga Jakarta. Salah satunya dengan memanfaatkan kerabat atau sanak saudaranya yang tinggal diJakarta dengan menumpang kartu keluarga (KK).

Akibatnya anak-anak Jakartakesulitan mendapatkan sekolah negeri karena kalah bersaing dari Umur (untukmasuk SD) dan nilai kelulusan bagi SMP dan SMA/SMK.  Perlu dicatat data dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta, jumlah daya tampung Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta pada tahun 2023 di bawah 50 persen.

Hal tersebut bisa dilihat dari SD sebanyak 93.629 siswa, SMP 71.489 siswa, SMA28.947 siswa, SMK 19.387 siswa.Sudah saatnya Pemprov DKI Jakarta mencari alternatif bagaimana caranya warga miskin yang tinggal di Jakarta bisa menikmati sekolah negeri secara gratis tanpa harus tergeser dengan ketentuan PPDB yang terbatas.

Misalnya, merancangpenambahan gedung sekolah di setiap Kelurahan, bisa juga pelajar yang masuk PPDB minimal sudah tinggal di Jakarta sekitar 5 tahun. Hal ini untuk mengantisipasi warga luar Jakarta yang memanfaatkan fasilitas sekolah gratis.

Sudah saatnya, pendidikan harus berpihak kepada warga miskin. Tidak ada gunanya sekolah gratiskalau masyarakat mampu yang banyak menikmati. Dinas Pendidikan harus turunlangsung sosialisasi kepada warga miskin bagaimana mendapatkan hak sebagai warga miskin mengecap pendidikan gratis. 

Pasalnya, banyak diantara mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan bantuan warga miskin untukbersekolah. Kalau hanya mengandalkan sosialisasi sekolah dari RT/RW itu tidakakan maksimal. Seperti yang terjadipada keluarga, AH (54) di Kampung Muara Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara,karena tak sanggup membiayai ketiga anaknya di sekolah swasta, AH nekat melukaitubuhnya untuk mengakhiri hidupnya.

 Ia bingung bagaimana menyalurkan keinginan anaknya yang masih ingin mengenyam pendidikan sementara dirinya hanya sebagai pemulung botol bekas.Semua pihak harus ikut andil.

Kasus seperti ini akan menjadi bom waktu jika dibiarkan berlarutdan tidak hanya terjadi bagi orangtua tapi juga bisa menimpa pada si anak.Karena mereka hidup serba kekurangan dan harus ditimpa beban biaya sekolah.Saatnya berikan si miskin jalur khusus untuk mendapatkan pendidikan gratis. ***
 

News Update