Korea Utara Memang Beda, Melawan COVID-19 Dengan Teh

Sabtu 21 Mei 2022, 19:00 WIB
Kim Jong Un

Kim Jong Un

KOREA UTARA, POSKOTA.CO.ID - Ratusan ribu pasien yang diduga terjangkit COVID-19 di Korea Utara sudah dikarantina yang para pembantu Kim Jong Un.

Orang-orang yang bergejala ringan juga didesak untuk minum teh daun willow atau kamperfuli.

Sementara Kim Jong Un, yang mengenakan masker ganda, menyesalkan pengiriman obat yang lambat dalam kunjungannya baru-baru ini ke sebuah toko obat.

Terlepas dari propaganda Korea Utara yang menggambarkan sebagai upaya habis-habisan, ketakutan terlihat jelas di antara para warga negara tersebut, demikian informasi yang disampaikan oleh para pembelot negara tersbeut yang bermukim di Korea Selatan.

Para pembelot tersebut memiliki kontak di Korea Utara.

Para pengamat asing khawatir wabah itu mungkin bisa menjadi jauh lebih buruk. Karena sebagian besar penduduk miskin dan tidak divaksinasi dibiarkan tanpa perawatan rumah sakit yang memadai dan kesulitan membeli obat-obatan sederhana sekalipun.

“Warga Korea Utara tahu begitu banyak orang di seluruh dunia telah meninggal karena COVID-19. Jadi mereka takut sebagian dari mereka juga bisa meninggal,” kata Kang Mi Jin, seorang pembelot Korea Utara, mengutip pembicaraan teleponnya dengan seorang kontak di Kota Hyesan.

Dia mengatakan orang yang berkecukupan membeli obat tradisional untuk mengatasi kecemasan mereka.

Korea Utara mengakui apa yang disebutnya wabah COVID-19 domestik pertamanya satu pekan lalu. Tetapi tanggapan pandemi Korea Utara tampaknya sebagian besar berfokus pada upaya mengisolasi pasien yang dicurigai.

Para pengamat mengatakan bahwa mungkin hanya langkah seperti itu yang benar-benar dapat dilakukan Korea Utara yang kekurangan vaksin, pil antivirus, unit perawatan intensif, dan aset medis lainnya di mana aset-aset tersebut telah berhasil menyelamatkan jutaan orang yang menderita COVID-19 di negara-negara lain.

Otoritas kesehatan Korea Utara mengatakan pada Kamis (19/5) bahwa demam yang menyebar cepat telah menewaskan 63 orang dan membuat sekitar dua juta orang lainnya jatuh sakit sejak akhir April.

Sekitar 740 ribu orang kini masih menjalani karantina.

Banyak pakar asing percaya skala wabah yang sesungguhnya tidak dilaporkan untuk mencegah kekeruhan publik yang dapat merugikan kepemimpinan Kim Jong Un. ***

Berita Terkait

News Update