SERANG, POSKOTA.CO.ID - Proyek pengadaan lahan untuk stasiun peralihan antara (SPA) sampah di Desa Nagara Padang, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang pada 2020 yang diduga terindikasi korupsi mulai disidik personel Ditrektorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten.
Dalam perkara pengadaan lahan senilai Rp1,450 miliar yang bersumber dari dana APBD tersebut, penyidik juga telah mengantongi calon tersangka.
Berdasarkan keterangan, pengadaan lahan yang didanai oleh APBD Kabupaten Serang tahun 2020 itu mulai diselidiki oleh Polda Banten sejak awal Oktober 2021.
Untuk pengadaan lahan, diketahui harus merujuk Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Berdasarkan peraturan tersebut, pengadaan lahan di bawah 5 haktare dikategorikan dalam skala kecil. Pengadaan lahan dilakukan melalui pembelian langsung. Namun, pembuatan studi kelayakan feasibility study (FS) tetap wajib dilakukan sebelum proses pengadaan lahan.
Sementara pada pengadaan lahan SPA seluas 2.561 meter persegi, itu FS diduga dilaksanakan bersamaan dengan pembebasan. Bahkan ada dugaan mafia tanah dalam pengadaan lahan itu. Soalnya, lahan yang akan dibebaskan pemerintah itu dibeli dari pemilik sebelumnya saat proses pengadaan berjalan.
Kasubdit III Tipikor Polda Banten AKBP Wiwin Setiawan mengatakan pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi, termasuk Mantan Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Serang Sri Budi Prihassto.
"Ada belasan saksi yang sudah diperiksa, jumlahnya saya lupa, termasuk mantan kadis," katanya kepada wartawan.
Wiwin menjelaskan pengadaan lahan yang didanai oleh APBD Kabupaten Serang tahun 2020 tersebut, kepolisian sudah mengantongi calon tersangka. Namun dirinya masih enggan menyebutkannya.
"Sudah ada calon tersangka, nantilah," jelasnya
Menurut Wiwin, saat ini penyidik hanya tinggal menunggu hasil audit kerugian keuangan negara, dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Cukup (saksi), tinggal penghitungan kerugian negara," ujarnya.
Lebih lanjut, Wiwin menjelaskan dalam kasus ini, diduga telah terjadi mark up atau penggelembungan harga jual tanah, sehingga menimbulkan kerugian negara.
"Terkait masalah harga appraisal, harga lebih tinggi. Bisa jadi kearah sana (calo), karena dari penentuan lokasi itu masih di lokasi yang ditentukan," jelasnya. (kontributor banten/rahmat haryono)