JAKARTA – Universitas Gajah Mada (UGM) akan menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa (DHC) kepada tokoh organisasi pewayanan Drs H Solichin, pada Jumat (18/12/2020) di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta.
Sejauh ini, Solichin merupakan tokoh yang gigih dalam organisasi pewayangan, baik di Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) maupun di Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia).
Di masa kepengurusannya juga wayang mendapat pengakuan dari organisasi kebudayaan dunia Unesco, yakni pada pada 7 November 2003, sebagai karya Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity, warisan kebudayaan dunia, karya warisan lisan dan tak benda terkait kemanusiaan, di serahkan di Paris, Prancis.
Baca juga: Karni Ilyas Umumkan Program ILC Yang Dipandunya Cuti Panjang Tahun 2021
Atas rencana penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa dari UGM tersebut, pengamat budaya dari Prodi Jawa, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI) Dr Darmoko mengatakan, Drs H Solichin telah memiliki pengalaman pengabdian panjang pada dunia pewayangan. Sehingga bagi Solichin, wayang telah manjing sajiwa ke dalam dirinya (masuk ke dalam jiwa raganya, mandarah daging).
"Pengalaman dan pengetahuan selama puluhan tahun di jagad pewayangan dan pedalangan membuat beliau sudah manjing sajiwa ke dalamnya,” kata Darmoko, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (15/12/2020).
Ia mengaku telah mengikuti kiprah Solichin di keorganisasian Pepadi dan Senawangi sejak era Presiden Soeharto hingga sekarang, sehingga bisa melihat dari dekat.
Baca juga: MPR Tanggapi Pernyataan Presiden Jokowi soal Taat Hukum di Indonesia
“Selama saya mengikuti kiprah beliau di jagad pewayangan dan pedalangan melalui organisasi PEPADI dan SENAWANGI sejak tahun 1985, beliau punya sikap rendah hati, selalu bersyukur, tulus ikhlas, dan sabar dalam pengabdian selalu ditunjukkan kepada semua orang dalam organisasi ini,” kata Darmoko, dosen yang juga seorang dalang ini.
Bukan itu saja, menurut dia, Solichin merupakan tokoh yang tekun, ulet, dan pantang menyerah kalau sudah bicara soal wayang.
“Pak Solichin, pribadi yang tekun, ulet, pantang menyerah untuk selalu menulis tentang wayang dalam berbagai perspektif, sehingga menghasilkan buku-buku yang bermanfaat bukan hanya untuk masyarakat pewayangan dan pedalangan, namun juga bagi bangsa dan negara Indonesia,” katanya.
Baca juga: Jokowi Berkomitmen Meningkatkan Perlindungan dan Pemenuhan HAM
Menurut Darmoko, di kalangan rekan-rekan di Pepadi dan Senawangi, sifat sabar, ikhlas, tulus, dan ulet dari Solichin, mulai memunculkan pandangan dan mengidentikasi seperti sosok Prabu Yudhistira.
“Sikap selalu bersyukur, tulus ikhlas, dan sabar serta cara bicara yang tledhak-tledhok kaya madu pinasthika dari beliau itulah oleh masyarakat pewayangan dan pedalangan diidentikan dengan Prabu Yudhistira, Puntadewa, atau Darmakusuma,” ujarnya.
Bagi Darmoko sendiri, ada satu kesan mendalam ketika dirinya dan Solichin terlibat dalam pembahasan lakon Semar Mbabar Jatidiri di era Presiden Soeharto.
Baca juga: Dua Menteri Jadi Tersangka Korupsi, IPI Menilai Saatnya Jokowi Reshuffle Kabinet
“Satu hal yang menjadi kenangan bagi saya adalah pewarisan pengetahuan beliau kepada saya tentang konsep pengendalian diri yang dijabarkannya bersama tim-8 PEPADI ke dalam lakon Semar Mbabar Jatidiri,” katanya.
Lakon tersebut di kemudian hari, menjadi bahan garapan disertasi Darmoko berjudul "Wayang Kulit Purwa Lakon Semar Mbabar Jatidiri: Sanggit dan Wacana Kekuasaan Soeharto” yang dipertahankannya di depan sidang guru besar UI untuk meraih gelar doctor, beberapa tahun lalu. (win)