JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil mengatakan ada dua penyebab penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja.
“Pertama karena tidak tahu isi RUU ini, dan yang kedua karena kepentingannya terganggu," ujar Sofyan A. Djalil, dalam keterangannya Rabu (26/8/2020).
Pro dan kontra terhadap RUU Cipta Kerja masih berlanjut, karena informasi tidak utuh yang berkembang di masyarakat menyebabkan muatan RUU ini diterjemahkan tidak sebagaimana mestinya.
Kementerian ATR/BPN sebagai salah satu Kementerian yang terlibat dalam penyusunan RUU ini berusaha mengklarifikasi informasi-informasi tentang RUU Cipta Kerja yang menjadi bahan perdebatan tersebut langsung dengan memberi penjelasan tentang RUU inisiasi pemerintah ini kepada masyarakat.
Dalam acara diskusi virtual tentang RUU Cipta Kerja ke-15 ini, Sofyan Djalil juga menjelaskan bahwa pemerintah menginisiasi peraturan ini untuk menyederhanakan regulasi. "Negara kita tidak bisa bertumbuh cepat karena terlalu banyak aturan, RUU ini menyederhanakan 79 undang-undang, 1.203 pasal,” ujar mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini.
"Barangkali ada yang pernah mendengar RUU Cipta Kerja ini pro pengusaha besar, itu tidak benar sama sekali. RUU ini diciptakan pemerintah untuk menyederhanakan izin, sehingga yang kecil-kecil bisa membuka usaha dengan mudah, ekonomi dapat bertumbuh. Saya yakin ini sangat bermanfaat, mahasiswa yang lulus akan mudah mendapat pekerjaan, pelaku UMKM akan mudah membuka usaha," tambah Sofyan Djalil.
Selain Menteri ATR/Kepala BPN, diskusi ini juga menghadirkan Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau. Pada kesempatan ini Andi Tenrisau menjelaskan bahwa tidak benar jika RUU Cipta Kerja akan menghapuskan perizinan sepenuhnya sehingga akan menimbulkan chaos.
Berbasis Risiko
“Dalam RUU Cipta Kerja, perizinan berusaha itu akan berbasis risiko, dihitung dari tingkat dan potensi bahaya terkait dengan kesehatan, keselamatan, lingkungan dan pemanfaatan sumber daya. Apabila risikonya tinggi, tentu harus tetap menggunakan izin, beda dengan yang risikonya rendah," ujar Andi Tenrisau dalam diskusi yang dimoderatori . Dekan Fakultas Hukum Universitas Sembilan Belas November Kolaka, Yahyanto dan diikuti 300 orang.
Rektor Universitas Sembilan Belas November Kolaka , Azhari sangat mengapresiasi dilaksanakannya diskusi ini. "Terima kasih Pak Menteri beserta jajaran Kementerian ATR/BPN, ini langkah yang baik, di saat seperti ini melakukan webinar, termasuk dengan kami yang di pelosok diberikan kepercayaan untuk berdiskusi secara langsung, menjadi mitra kementerian ATR/BPN untuk mendiskusikan kebijakannya," pungkas Azhari.(tri)