JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan dua orang tersangka kasus dugaan suap terkait pemberian fasilitas dan pemberian izin keluar di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ke Rutan KPK, Kamis (30/4/2020).
Dua tersangka yang ditahan tersebut adalah mantan Kepala Lapas Sukamiskin Deddy Handoko dan Direktur Utama PT Glori Karsa Abadi Rahadian Azhar.
Menurut Plt. Jubir KPK Fikri Ali, bahwa penahanan kepada 2 orang tersangka tersebut selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 30 April 2020 hingga 19 Mei 2020 di Rutan Cabang KPK Kavling C1.
“Penahanan ini merupakan bentuk komitmen KPK untuk menyelesaikan perkara di tengah pandemi Covid-19. Deddy diduga telah menerima suap berupa mobil Toyota Innova dari Tubagus Chaeri Wardana (TCW) (Wawan-red) yang merupakan warga binaan Lapas Sukamiskin, terkait izin keluar lapas yang diberikan Deddy kepada TCW sebanyak 36 kali dalam kurun waktu 2016-2018,” kata Ali.
Sementara tersangka Rahadian diduga memberikan mobil Mitsubishi Pajero Sport atas nama anak buah Rahadian, Muahir, kepada mantan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein (WS). "Pemberian tersebut diduga dilakukan sehubungan dengan bantuan yang diberikan oleh WS kepada tersangka RAZ untuk menjadikan tersangka RAZ sebagai mitra koperasi Madiun, Pamekasan dan LB Indramayu serta mitra industri percetakan di LP Sukamiskin," tambah Ali.
Selain Deddy dan Rahadian, Wawan dan Wahid Husein, seorang warga binaan sekaligus mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Wahid Husein sendiri yang telah divonis bersalah menerima suap, kini disangka menerima gratifikasi dari seorang warga binaan berupa mobil Toyota Land Cruiser Hardtop warna hitam.
Deddy dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara, Rahadian disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (adji/tri)