Pengamat: Bebaskan Iuran BP Jamsostek, Pemerintah Melawan Hukum

Jumat 13 Mar 2020, 15:36 WIB
Hery Susanto. (ist)

Hery Susanto. (ist)

JAKARTA - Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan stimulus jilid II pada jumat ini.  Pemerintah akan membebaskan penarikan pajak karyawan hingga iuran BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.

Stimulus tersebut digelontorkan pemerintah guna mendorong perekonomian di tengah penyebaran virus corona alias Covid-19.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan, semua stimulus diberikan ke sektor yang paling terdampak dari virus corona. Yang terbaru adalah soal pembebasan iuran BP Jamsostek sementara waktu.

Menurut Susiwijono, BPJS Ketenagakerjaan diusulkan pembebasan atau penundaan iuran beberapa program BP Jamsostek untuk beberapa jenis program.

Berbagai program BP Jamsostek mana saja yang akan dibebaskan sementara. Apakah Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Hari Tua (JHT).

Detail berapa lama akan dibebaskan, masih dalam pembahasan dan penghitungan.

"Pemerintah berhati-hati mempertimbangkan kebijakan stimulus jilid II karena kondisi sudah seperti ini. Tadi sudah dilaporkan Presiden, substansi oke, hitung angka-angka malam ini," tegasnya.

Sikap pemerintah tersebut yang akan memberikan stimulus kepada sektor yang mengalami dampak virus corona dan mengaitkannya dengan kewajiban iuran BP Jamsostek bagi pemberi kerja dan pekerja dinilai oleh Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto sebagai tindakan yang melawan hukum bahkan inkonstitusional. Demikian disampaikan nya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Dalam UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS diatur secara rigid mengenai skema kepesertaan yang bersifat wajib sebagaimana termuat pada Pasal 14 yang berbunyi : "Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial".

Begitu pun dengan mekanisme Iuran Peserta, diatur pula dalam Pasal 19 Ayat (1) berbunyi: "Pemberi kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS." Kemudian ayat (2) berbunyi : "Pemberi kerja wajib membayar dan menyetorkan Iuran yang menjadi tanggungjawabnya kepada BPJS."

Dalam UU tersebut diatur juga mengenai Sanksi Pidana Penjara, apabila iuran dimaksud tidak dilaksanakan sebagaimana amanat Pasal 19 tersebut. Hal itu tertuang pada Pasal 55 yang berbunyi : "Pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 19 dipidana dengan Pidana Penjara paling lama 8 Tahun dan Pidana denda paling banyak 1 miliar rupiah."

"Rencana pemerintah membebaskan iuran BP Jamsostek tersebut tidak saja keliru melainkan juga merupakan tindakan melawan hukum dan inkonstitusional, era rezim Soeharto saja saat krisis moneter tidak ada berani membuat kebijakan demikian, apalagi ini hanya soal virus Corona dan diduga ada hidden agenda demi kepentingan investasi," tegas Hery Susanto.

Hery Susanto mempertanyakan jika iuran BP Jamsostek digratiskan untuk sementara waktu, bagaimana dengan pengembangan dana amanat milik pekerja tersebut, akankah pelayanan klaim BP Jamsostek bagi pekerja juga harus dihentikan sementara?

"Pemerintah boleh saja membebaskan pajak, tapi iuran BP Jamsostek itu kan bukan pajak dan itu bersifat wajib, sudahlah cukup ambil hikmah atas putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, jangan tambah lagi perbuatan melawan hukum lainnya, masa pemerintah kok tidak paham peraturan perundang-undangan, jelas ini akan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan," kata Hery Susanto. (rizal/ys)

Berita Terkait

News Update