Bazis DKI Bukan Lembaga Abal-abal

Kamis 29 Mar 2018, 01:45 WIB

JAKARTA - Sejak dituding sebagai lembaga ilegal dalam pengumpulan dana amal masyarakat, keberadaan BAZIS DKI Jakarta banyak diperbincangkan orang. Sebagian besar menilai bahwa kegiatan lembaga pengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS) memiliki payung hukum yang kuat namun kurang melakukan sosialisasi sehingga menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Mantan Sekretaris Jenderal Forum Zakat (Foz), Muhammad Sabeth Abilawa menyatakan bahwa Badan Amil Zakat Infaq dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta bukan lembaga abal-abal. "Bahkan dalam pengelolaan dana ZIS boleh dibilang jumlahnya lebih besar ketimbang yang dikelola Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Intinya Bazis bukanlah lembaga asal-asalan,” ujar Sabeth di Jakarta, Rabu (28/3/2018). Namun ia setuju jika lembaga bentukan Pemprov DKI itu meningkatkan sosialisasi mengenai perolehan dan penyaluran dana ZIS dari masyarakat untuk masyarakat. Sabeth menambahkan, berdasarkan sejarah, kelahiran BAZIS DKI berasal dari usulan dan saran 11 tokoh ulama nasional yang berkumpul di Jakarta. Hasil pertemuan para ulama tersebut mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden RI pada tahun 1968 tentang perlunya lembaga pengelola dana amal masyarakat dengan sistem administrasi dan tata usaha yang baik sehingga bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. "Pertimbangannya waktu itu adalah bahwa sektor ZIS merupakan potensi sangat besar yang bisa digali di tengah masyarakat," papar Sabeth yang sering tampil sebagai narasumber tentang perbankan syariah. Kewenangan lembaga ini adalah prinsipnya mengumpulkan ZIS dari masyarakat dermawan untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti santunan yatim piatu dan duafa, bantuan kepada guru ngaji, merbot, fisabilillah, bantuan tempat ibadah, bahkan di kemudian hari memberikan beasiswa kepada pelajar maupun mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Saran dari 11 ulama itu ditanggapi secara serius oleh Presiden RI yang kemudian pada peringatan Isra Miraj memberikan seruan dan edaran kepada para kepala daerah untuk mendirikan BAZIS di daerah masing - masing. "Selanjutnya, secara resmi, Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang saat itu dijabat Ali Sadikin mengeluarkan Surat Keputusan No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta," papar Sabeth yang sudah menulis sejumlah buku tentang ekonomi syariah. Sejak berdiri tahun 1968 hingga tahun 1973, Badan Amil Zakat (BAZ) DKI Jakarta telah berjalan dengan cukup baik. Oleh sebab itu, untuk memperluas sasaran operasional dan karena semakin kompleknya permasalahan zakat di Provinsi DKI Jakarta maka Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada 1973 melalui keputusan No. D.III/B/14/6/73 tertanggal 22 Desember 1973, menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil Zakat Infaq dan Sedekah yang selanjutnya disingkat menjadi BAZIS. Keberadaan BAZIS DKI selama puluhan tahun terakhir adem ayem saja, namun tiba-tiba menarik perhatian masyarakat. Pasalnya, kepala Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudiyo pada rakernas di Bali pekan lalu menyebut bahwa kegiatan pengelolaan dana amal yang dilakukan BAZIS DKI merupakan kegiatan ilegal. Atas pernyataan tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Muhammad Taufik mendesak Bambang untuk mencabut statement tersebut. (joko/b)


News Update