Catatan Akhir Tahun Fahira Idris: Redesain Otonomi Daerah demi Fondasi Indonesia Maju

Rabu 31 Des 2025, 15:30 WIB
Anggota DPD RI, Fahira Idris. (Sumber: Dok. Istimewa)

Anggota DPD RI, Fahira Idris. (Sumber: Dok. Istimewa)

Di sisi lain, tantangan tata kelola dan integritas pemerintahan daerah juga perlu terus dibenahi. Aktivis perempuan ini mengingatkan bahwa otonomi daerah tidak boleh identik dengan desentralisasi korupsi. Sistem pengawasan, transparansi, dan akuntabilitas harus diperkuat agar otonomi benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Berangkat dari berbagai refleksi tersebut, Fahira Idris mendorong perlunya redesain otonomi daerah secara menyeluruh dan berani, setidaknya dalam lima sektor.

Pertama, pembagian urusan pemerintahan harus ditegaskan kembali berdasarkan prinsip dampak dan kapasitas. Urusan yang bersifat lokal dan menyentuh layanan dasar seharusnya menjadi domain kabupaten/kota. Urusan lintas wilayah dikuatkan di tingkat provinsi sebagai koordinator regional. Sementara urusan strategis nasional seperti bencana besar, perubahan iklim, dan infrastruktur lintas provinsi, harus dipimpin penuh oleh pemerintah pusat. Kejelasan ini penting agar tidak ada lagi saling lempar tanggung jawab.

Kedua, Indonesia perlu mendorong desentralisasi asimetris secara lebih serius. Tidak semua daerah bisa diperlakukan sama. Karakter geografis, kapasitas fiskal, dan kondisi sosial-budaya daerah sangat beragam. Memberikan ruang otonomi yang disesuaikan dengan kondisi lokal justru akan memperkuat keadilan dan efektivitas pemerintahan, tanpa mengancam keutuhan NKRI.

Ketiga, penguatan kemandirian fiskal daerah harus menjadi agenda nasional. Ini bukan semata soal menaikkan transfer, tetapi memperluas basis pendapatan daerah secara adil, mendorong hilirisasi ekonomi lokal, dan memastikan bagi hasil sumber daya alam yang lebih berkeadilan. Daerah yang kuat secara fiskal akan lebih berani berinovasi dan bertanggung jawab kepada warganya.

Baca Juga: Festival Beasiswa Merah Putih DPD RI Hari Kedua: Akses Pendidikan Merata untuk SDM Unggul Masa Depan

Keempat, hubungan pusat dan daerah harus dibangun dalam semangat kemitraan, bukan subordinasi. Pemerintah pusat tetap memegang kepentingan nasional, tetapi daerah harus diposisikan sebagai mitra strategis, bukan objek kebijakan. Koordinasi lintas kementerian dengan daerah perlu diperkuat, ego sektoral dikurangi, dan peran gubernur sebagai koordinator wilayah diperjelas serta diperkuat secara kelembagaan.

Kelima, demokrasi lokal dan partisipasi publik harus tetap dijaga sebagai ruh otonomi daerah. Otonomi bukan hanya soal kewenangan administratif, tetapi juga ruang bagi warga untuk menentukan arah pembangunan daerahnya. Tanpa partisipasi bermakna dan akuntabilitas publik, otonomi akan kehilangan legitimasi sosialnya.

Menutup catatan akhir tahunnya, Fahira Idris menegaskan keyakinannya bahwa otonomi daerah tetap menjadi fondasi penting bagi masa depan Indonesia. Tantangannya bukan pada konsep dasar, melainkan pada desain dan implementasinya.

“Dengan redesain kebijakan yang tepat, penguatan kapasitas daerah, serta relasi pusat-daerah yang adil dan kolaboratif, otonomi daerah diyakini mampu menjadi pilar utama menuju Indonesia yang maju, berdaya saing, dan berkeadilan sosial,” tuturnya.


Berita Terkait


News Update