KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Seorang warga Tangerang bernama Nimun, anak dari almarhum buruh tani Bantong, mendatangi Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Selasa, 2 November 2025.
Kedatangannya untuk meminta meminta penyidik Subdit Harda untuk mempercepat penyelesaian kasus dugaan pemalsuan Surat Pelepasan Hak (SPH) tahun 1993 yang sudah bertahun-tahun tidak menunjukkan perkembangan.
Didampingi penasihat hukumnya, Erdi Surbakti, Nimun menilai ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut ketika masih ditangani Polres Metro Tangerang Kota. Menurutnya, terlapor berinisial LH tidak pernah diperiksa selama lima tahun sejak laporan dibuat.
“Selama lima tahun laporan ini berjalan, terlapor tidak pernah sekalipun hadir dan tidak pernah dimintai keterangan oleh penyidik. Ini temuan pertama kami,” kata Erdi usai gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Desember 2025.
Baca Juga: Kerap Terjadi Kecelakaan akibat Kabel Menjuntai, Polda Metro Jaya Bakal Tindak Provider Lalai
Selain itu, SPH yang menjadi objek laporan diduga tidak memiliki keabsahan administrasi. Dokumen itu diklaim bersumber dari Girik C 841, tetapi baik SPH maupun girik disebut tidak tercatat di kelurahan maupun Kecamatan Cipondoh.
“Baik SPH maupun Girik C 841 yang dijadikan dasar tidak terdaftar di kelurahan. Ini semakin memperkuat dugaan adanya pemalsuan dokumen,” ujarnya.
Pihaknya juga menduga adanya campur tangan perusahaan yang menggunakan dokumen bermasalah tersebut. Akibatnya, proses pencairan uang ganti rugi proyek jalan tol menjadi terhambat.
Menurut Erdi, laporan polisi sempat dihentikan tanpa pemeriksaan terhadap terlapor, langkah yang dinilai bertentangan dengan ketentuan hukum. Berdasarkan SP2HP yang diterimanya, LH tengah berada di luar negeri.
Baca Juga: Inara Rusli Akhiri Pernikahan Siri dan Sudah Laporkan Insanul Fahmi ke Polda Metro Jaya
“Perkara tidak bisa dihentikan tanpa pemeriksaan terhadap terlapor, kecuali yang bersangkutan meninggal dunia atau mengalami gangguan kejiwaan,” ucapnya.
Erdi menjelaskan, kasus bermula dari dugaan pemalsuan SPH tahun 1993 atas tanah milik almarhum Bantong. Dokumen tersebut dinilai mencurigakan karena tidak terdaftar secara administrasi di Kecamatan Cipondoh, termasuk girik yang diklaim menjadi dasar penerbitan SPH.
Permasalahan semakin rumit ketika lokasi objek tanah dalam SPH berbeda antara pelapor dan terlapor. Pelapor menyebut tanah berada di RT 02 RW 01 Kelurahan Punciran Jaya, sedangkan pihak terlapor mengklaim berada di Kampung Kelapa.
Perbedaan ini memunculkan dugaan adanya maladministrasi dan manipulasi dokumen.
Akibat penyelesaian mandek, uang ganti rugi lahan untuk pembangunan jalan tol senilai Rp2,7 miliar masih tertahan di Pengadilan Negeri Tangerang. Ganti rugi untuk tanah darat senilai Rp7 miliar sebelumnya sudah dicairkan tanpa kendala untuk proyek strategis nasional Jakarta Outer Ring Road (JORR) II Cengkareng-Batuceper-Kunciran.
"Kami berharap Polda Metro Jaya dapat mempercepat proses penyidikan agar keadilan bagi keluarganya dapat segera terwujud setelah puluhan tahun menunggu," tuturnya.