Yudhie Haryono | CEO Nusantara Centre
Beberapa agensi (person) di kabinet telah berganti. Tetapi, mengapa ekonomi politik tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan ke arah kebaikan? Buktinya, beberapa polling untuk mengukur kepuasan dan dukungan ke pemerintah cenderung turun.
Jawabannya karena kita butuh lanjutan dari reformasi agensi ke reformasi fungsional, lalu ke reformasi struktural dan ke revolusi subtansial.
Ingat, di bangsa yang sakit tak akan tumbuh ekopol yang sehat. Dan, cara penyehatan yang kedua adalah reformasi fungsional. Ini merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas sistem berpemerintahan.
Caranya dengan mengubah dan memperbaiki fungsi-fungsi kelembagaan yang ada di dalamnya. Reformasi fungsional harus dilakukan pada semua tingkat, mulai dari lokal hingga nasional.
Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Warisan Mental Miskin
Tujuan dari reformasi fungsional adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dengan cara: 1)Memastikan efisiensi dengan menghabisi KKN dan mendukung produktivitas; 2)Mengefektifkan struktur pemerintahan untuk mencapai target; 3)Meningkatkan kualitas kinerja, pelayanan, jasa dan produk; 4)Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas demi pemerintahan bersih dan membanggakan.
Reformasi ini dilakukan dengan cara: 1)Merestrukturisasi kabinet untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas; 2)Mempercepat proses birokrasi untuk meningkatkan hasil; 3)Mengubah kebijakan agar lebih tepat sasaran dan up to date; 4)Menyempurnakan teknologi demi kecepatan dan ketepatan.
Reformasi fungsional ini harus dilakukan di semua bidang: tata birokrasi, tata keuangan, tata politik, tata tenaga kerja dan tata pendidikan.
Selanjutnya kita harus melakukan revolusi struktural. Ia merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi, politik, bahkan sosial negara kita agar berhasil dan berkelanjutan.
Tujuan dari revolusi struktural adalah untuk: 1)Meningkatkan efisiensi dan efektivitas struktur guna mencapai tujuan; 2)Meningkatkan kualitas dan transparansi plus akuntabilitas struktural.
Revolusi ini harus dilakukan dengan mengubah struktur ipoleksosbudhankam agar lebih adaptif; mengubah struktur sosial dan mengubah kebijakan lama agar lebih adil dan sentosa.
Contoh dari revolusi struktural adalah deliberalisasi dan desentralisasi serta reprivatisasi. Sisanya reformasi birokrasi agar manusiawi.
Yang hilir adalah revolusi substansial. Ini adalah proses perubahan yang bertujuan untuk mengubah secara fundamental agensi, fungsi, struktur, sistem maupun kebijakan negara untuk menjawab janji proklamasi dan konstitusi.
Revolusi substantif ini berbeda dengan program sebalumnya karena fokus pada perubahan yang lebih mendalam dan menyeluruh, bukan hanya perubahan kosmetik dan teknis.
Revolusi substantif bertujuan untuk mengubah cara bernegara dan operasinya, bukan hanya memperbaiki gejala-gejala yang ada. Di sini dikawal via legislasi (baik konstitusi, UU maupun perundangan di bawahnya).
Di tengah berlangsungnya ekopol simulakra yang tidak memiliki dasar realitas sehingga semu dan hiperrealitas, absurd dan tidak terasa keberadaannya, tiga perubahan mendalam adalah keniscayaan.(*)