MENTENG, POSKOTA.CO.ID - Muhammad Sapri, 85 tahun, bertahan di dalam rumah tidak layak huni di pemukiman padat RW 01, Kelurahan Menteng, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 18 November 2025.
Ketika hujan tiba, rumah Sapri terdampak. Atap rumahnya tidak mampu menampung air hujan hingga berceceran ke dalam tempat tinggalnya.
Sebagai langkah pencegahan dampak lebih buruk, ia menempatkan ember penampung tepat di atas tetesan air yang keluar dari atap. Ember-ember itu berjejer di ruang tamu, sudut dapur, hingga dekat tempat tidur.
"Ya kondisinya begini, kalau saya pensiunan udah enggak bisa ngapa-ngapain," kata Sapri dengan nada bicara pelan di rumahnya, Selasa, 18 November 2025.
Baca Juga: Potret Kemiskinan di Pengasinan Depok, Sekeluarga Hidup Sulit dan Tinggal di Rumah tidak Layak Huni
Saat air tidak mampu tertampung, mereka akan berkumpul di satu ruangan aman. Istri Sapri, Rukmini, 82 tahun, akan mengabarkan suami untuk berpindah tempat dari ruangan bocor.
"Saya suruh pindah, takutnya dari atas jebol juga kan. Saya aja pernah lagi tidur dari atas itu kayak ada pasir ke muka saya," katanya.
Meski begitu, kehangatan keluarga itu tidak pernah pudar. Di tengah ruangan sempit dan remang, mereka berbagi cerita, tawa, dan harapan.
Khusus hari ini, Rukmini memasak nasi dan membeli lauk dari luar. Lauk yang dibeli pun sebisa mungkin diatur supaya delapan orang anggota keluarga bisa menyantap makanan.

"Cuma ngandelin uang pensiunan dari suami, jadi uangnya ya buat beli makan sehari-hari aja. Bansos Alhamdulillah masih dapet, sembako," tuturnya.
Rumah tersebut dihuni sekitar sepuluh orang. Mereka terdiri dari Rudi, istri, anak, kedua orang tuanya, mantu, dan cucu.
Ketika rusak, anak Sapri dan Rukmini, Rudi, 63 tahun, melakukan perbaikan. Namun, perbaikan tersebut hanya bersifat sementara, sehingga tidak bisa bertahan lama.
"Karena biasanya cuma saya tambal aja. Jadi misalnya bocor bagian dapur, ya paling cuma diakalin aja, jadi bukan diperbaiki," tuturnya.