JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memuji langkah Indonesia atas pembuatan dokumen National Adaptation Plan (NAP) dan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) saat Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP30) di Brasil.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Eksekutif UNFCCC Simon E. Stiell. Ia menilai, SNDC menunjukkan sebuah negara dapat mengajukan target iklim lebih ambisius sekaligus realistis, bahkan di tengah dinamika politiknya.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan, dokumen tersebut sebagai bukti konkret kesiapan Indonesia bergerak dari komitmen menuju implementasi aksi iklim.
“Rencana ini disusun untuk memastikan seluruh warga mendapatkan perlindungan yang adil terhadap dampak perubahan iklim,” lata Hanif dalam rilis diterima Poskota, Minggu, 16 November 2025.
Baca Juga: Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Resmikan Paviliun Indonesia di COP30 Belém
NAP atau Rencana Adaptasi Nasional berisi strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan Indonesia terhadap risiko cuaca ekstrem. Dokumen ini menempatkan empat sektor prioritas sebagai fokus adaptasi, yaitu ketersediaan air bersih, ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, serta infrastruktur.
Melalui NAP, pemerintah menetapkan langkah-langkah sistematis agar suplai air tetap aman di masa kemarau panjang, produktivitas pangan terjaga meski pola cuaca berubah, potensi penyakit terkait iklim dapat ditekan, serta pembangunan infrastruktur dilakukan dengan standar yang mampu menahan banjir maupun badai.
Sementara itu, SNDC merupakan pembaruan komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Dokumen ini mencakup target penurunan polusi sebesar 12 persen dari level tahun 2019 pada 2035.
Selain itu, SNDC menjadi peta jalan transisi energi bersih, mulai dari pengurangan ketergantungan pada batu bara hingga percepatan pemanfaatan energi terbarukan.
Baca Juga: Indonesia Tegaskan Komitmen Iklim dan Dukung Penuh Inisiatif Brasil untuk Konservasi Hutan Tropis
Penyerahan NAP dan SNDC di COP30 disebut sebagai momentum penting yang menandai pergeseran Indonesia dari fase janji menuju pelaksanaan aksi konkret. Kedua dokumen tersebut juga membuka peluang dukungan internasional, termasuk kerja sama dan pendanaan untuk mempercepat implementasi program adaptasi dan mitigasi di berbagai daerah.