POSKOTA.CO.ID - Bahasan mengenai redenominasi rupiah kembali mencuat ke permukaan, usai Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan akan menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah dan ditargetkan selesai di tahun 2027.
Rencana tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.
Dari dokumen PMK, ada empat RUU prioritas yaitu terkait Perlelangan, Pengelolaan kekayaan Negara, Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) dan Penilai.
Meski begitu, rencana redenominasi ini pernah muncul pada masa Menkeu Sri Mulyani, namun belum terealisasi.
Baca Juga: Ini Penjelasan Gaji Pensiunan PNS Tahun 2025, Benarkah Ada Kenaikan?
Agar lebih paham tentang apa itu redenominasi rupiah, berikut informasi lengkapnya.
Apa Itu Redenominasi Rupiah?
Redenominasi adalah pengurangan jumlah digit atau angka nol pada pecahan mata uang sebuah negara. Meski digitnya berkurang, tetapi tidak mengubah nilai tukar mata uang tersebut.
Sebagai salah satu ilustrasi, satuan mata uang rupiah Rp1.000 bisa diubah menjadi Rp1 setelah adanya penghilangan tiga digit angka, namun nilainya tetap sama seperti semula yakni Rp1.000.
Praktik redenominasi ini juga secara tidak langsung telah diterapkan dalam kehidupan masyarakat, utamanya di pusat perbelanjaan modern, restoran atau bioskop.
Jika dilihat, kerap dijumpain label harga dengan satuan ‘K’, semisal 100K, 30K dan lain sebagainya. Artinya, satuan tersebut merujuk pada Rp100.000 atau Rp30.000.
Alhasil, dengan adanya fenomena “penyederhanaan nominal” ini, publik dinilai sudah terbiasa dengan konsep nominal sederhana meski belum diterapkan secara resmi.
Kendati demikian, ada tujuan mendasar di balik rencana redenominasi ini, antara lain:
Baca Juga: Akhirnya Bansos KAJ KLJ KPDJ Cair ke Penerima, Simak Informasinya di Sini
Meningkatkan Efisiensi Transaksi dan Sistem Keuangan
Dengan nominal yang lebih kecil, proses transaksi, pembukuaan hingga sistem pembayaran bisa berjalan lebih cepat dan efisien.
Tak hanya itu, sistem akuntansi pun akan lebih sederhana dan minim risiko kesalahan.
Meningkatkan Citra dan Kredibilitas Mata Uang
Nonimal rupiah yang besar seringkali dianggap memberi kesan nilai mata uang yang lemah. Dengan menerapkan redenominasi dapat memperkuat persepsi ekonomi Indonesia semakin matang dan stabil serta sejajar dengan negara lain yang memiliki sistem moneter efisien.
Transformasi Digital Keuangan
Adanya sistem pembayaran berbasis teknologi menuntut kesederhanaan angka. Redenominasi dinilai dapat memperlancar integrasi sistem keuangan digital serta mempermudah masyarakat dan pelaku usaha.
Baca Juga: Harga Emas Hari Minggu 9 November 2025 Galeri24 dan UBS Stagnan, Antam Tak Tersedia di Pegadaian
Dampak Redenominasi
Apabila rencana ini diterapkan secara matang, ada hal positif dan negatif bagi perekonomian, antara lain:
- Transaksi lebih sederhana dan efisien
- Mengurangi risiko kesalahan pencatatan
- Meningkatkan kredibilitas rupiah
- Efisiensi pembayaran digital
Sementara dampak negatif, berdasarkan keterangan lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios), yaitu:
- Inflasi
- Kenaikan harga
Baca Juga: 6 Aplikasi Investasi Emas Terpercaya di Indonesia, Aman dan Diawasi BAPPEBTI
Mereka memberikan sebuah ilustrasi negara-negara yang melakukan redenominasi namun dilakukan dalam kondisi tidak matang, semisal:
- Brasil pada tahun 1986, 1989 dan 1993 — gagal mengatasi inflasi karena kurang sosialisasi dan persiapan pada sistem keuangan. Inflasi naik 48 persen secara bulanan pada Juni 1994.
- Ghana pada tahun 2007, inflasi naik 5 persen di tahun berikutnya setelah dilakukan redenominasi.
- Zimbabwe yang berulang kali melakukan redenominasi, namun ekonominya terus buruk.
Selain itu, kemungkinan terjadi kenaikan harga dengan sistem pembulatan harga ke atas misalnya harga beras Rp14.600 per kg, kemudian redenominasi menjadi Rp15 bukan turun ke bawah Rp14.
“Pembulatan harga ke atas ini dalam ekonomi disebut opportunistic rounding. Mumpung ada redenominasi, kenapa enggak sekalian dibulatin ke atas? Toh semua penjual melakukan hal sama. Penjual dan produsen pasti tak mau rugi,” kata Celios dikutip pada Minggu, 9 November 2025 dari akun Instagram resminya.
Baca Juga: Cara Cairkan Bantuan KJMU Tahap 2 2025 di Bank DKI
“Marjin tiap barang sebisa mungkin terjaga atau naik pada saat redenominasi,” sambungnya.
Celios pun menyoroti sistem redenominasi ini bisa lebih mudah untuk negara yang transaksi keuangannya cash less, sementara di Indonesia menggunakan transaksi tunai.
“Redenominasi akan lebih mudah kalau di negara yang less-cash society, sebaliknya bisa rumit kalau peredaran uang tunainya tinggi. Bersyukur kita punya QRIS dan berbagai transaksi non-tunai untuk beli barang, termasuk warung.”
“Tapi fakta bahwa lebih dari 90 persen transaksi di Indonesia masih pakai uang tunai, kertas dan koin.”
“Untuk menukarkan uang tunai tersebut, masyarakat perlu ke bank dan bisa dibayangkan antrenya sepanjang apa kalau persiapan cuma sebentar,” ucap Celios.