Ahli Hukum Sebut Hary Tanoe Diduga Lakukan Perbuatan Melawan Hukum, Diungkap di Sidang Gugatan CMNP

Kamis 06 Nov 2025, 17:20 WIB
Ilustrasi sidang pengadilan. (Ist)

Ilustrasi sidang pengadilan. (Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ahli Hukum Perdata dari Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H., menilai, Hary Tanoesoedibjo melalui perusahaannya, PT Asia Holding yang dahulu PT Bhakti Investama telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menurut Anwar, tindakan Hary Tanoe diduga melanggar Pasal 1365 KUH Perdata karena merugikan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Surat berharga berupa Negotiable Certificate of Deposit (NCD) milik Hary Tanoe dalam transaksi pertukaran surat berharga tersebut tidak dapat dicairkan dan diduga palsu.

Ia menilai Hary Tanoe tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian, padahal NCD yang akan ditukarkan tidak dapat dicairkan oleh CMNP saat transaksi surat berharga dilakukan.

Skema pertukaran surat berharga itu melibatkan Medium Term Note (MTN) dan Obligasi Tahap II milik CMNP, masing-masing senilai Rp163,5 miliar dan Rp189 miliar. Pihak Hary Tanoe menyerahkan surat berharga berupa NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta.

Baca Juga: Saksi Fakta dari CMNP Membuktikan Transaksi NCD Unibank adalah Tukar Menukar dan Transaksi Terjadi Antara CMNP dengan Hary Tanoe Pribadi

Penyerahan dilakukan secara bertahap: USD 10 juta yang jatuh tempo 9 Mei 2002 diserahkan pada 27 Mei 1999, dan USD 18 juta yang jatuh tempo 10 Mei 2002 diserahkan pada 28 Mei 1999.

Anwar dihadirkan sebagai ahli dari pihak PT CMNP yang diwakili tim kuasa hukum Law Firm Lucas, S.H. & Partners, dalam sidang perkara perdata dugaan perbuatan melawan hukum terkait NCD palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 5 November 2025.

"Perbuatan melanggar hukum itu kan tidak hanya onrechtmatige daad secara aktif, sekarang sudah berkembang termasuk ketentuan-ketentuan kewajiban hukum, kepatutan, kehati-hatian, ya. Jadi seharusnya sebagai seorang, eh perusahaan yang bergerak di bidang investasi, itu yang dia harus kedepankan. Kalau dia tidak mengedepankan itu, berarti dia melalaikan kewajiban hukumnya. Ketika dia tidak melakukan kewajiban hukumnya, berarti dia telah melakukan perbuatan melanggar hukum berdasarkan ketentuan 1365," kata Anwar dalam sidang.

Ia menegaskan, PT CMNP berhak menggugat Hary Tanoe atas perbuatan melawan hukum tersebut untuk menuntut ganti rugi atas NCD yang tidak bisa dicairkan. Menurutnya, perjanjian hanya dianggap selesai apabila masing-masing pihak telah memenuhi kewajibannya.

"Jadi perjanjian itu berakhir hanya kalau masing-masing pihak sudah menyelesaikan kewajibannya. Artinya ketika para pihak sudah membayar, ya maka selesailah perjanjian. Karena perjanjian itu kan salah satu ukuran dari perjanjian adalah tentang pembayaran, tentang pemenuhan dari perikatan," ucap Anwar.

Gugatan Rp103 Triliun

Dalam perkara ini, Tergugat I adalah Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, bersama mantan Direktur Keuangan CMNP, Tito Sulistio, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI). Tergugat II adalah PT Bhakti Investama Tbk (kini MNC Asia Holding). Kedua tergugat diwakili oleh Law Firm Hotman Paris & Partners, sedangkan penggugat diwakili oleh Law Firm Lucas, S.H. & Partners.

Dalam gugatannya, kuasa hukum PT CMNP menyatakan bahwa NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada kliennya tidak sah dan diduga palsu, sehingga tidak dapat dicairkan dan menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp103,46 triliun.

Baca Juga: KPK Tetapkan Kakak Hary Tanoe Tersangka Kasus Korupsi Bansos

“Sehingga kerugian materiil yang dialami Penggugat (CMNP) sampai dengan tanggal 27 Februari 2025 adalah sebesar USD 6.313.753.178 atau ekuivalen dengan Rp103.463.504.904.086,” ujar kuasa hukum CMNP, Primaditya, dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu, 13 Agustus 2025.

Menurutnya, tindakan Hary Tanoe dan perusahaannya juga menimbulkan kerugian immateriil karena mencoreng reputasi CMNP di mata investor, publik, dan pemerintah, dengan estimasi mencapai Rp16,38 triliun.

“Kerugian immateriil yang tidak dapat dinilai secara materi, namun apabila ditaksir kerugiannya mencapai USD 1.000.000.000 atau ekuivalen dengan Rp16.387.000.000.000,” ucap Primaditya.

Gugatan tersebut juga mencakup permintaan sita jaminan atas aset milik Hary Tanoe untuk menjamin pembayaran ganti rugi.

Kasus ini bermula pada 1999 ketika terjadi transaksi pertukaran instrumen keuangan antara PT CMNP dan Hary Tanoe. Namun, pencairan NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta gagal dilakukan pada 22 Agustus 2002 karena Unibank telah ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.

Menurut CMNP, Hary Tanoe diduga mengetahui bahwa dokumen NCD tersebut tidak sesuai prosedur dan dianggap palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan tenor lebih dari 24 bulan, yang melanggar ketentuan Bank Indonesia.

Sementara itu, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menilai gugatan CMNP salah sasaran. Ia menegaskan bahwa transaksi tersebut tidak berkaitan langsung dengan Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding, dan Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara. (ruh)


Berita Terkait


News Update