Dalam gugatannya, kuasa hukum PT CMNP menyatakan bahwa NCD yang diberikan Hary Tanoe kepada kliennya tidak sah dan diduga palsu, sehingga tidak dapat dicairkan dan menyebabkan kerugian materiil sebesar Rp103,46 triliun.
Baca Juga: KPK Tetapkan Kakak Hary Tanoe Tersangka Kasus Korupsi Bansos
“Sehingga kerugian materiil yang dialami Penggugat (CMNP) sampai dengan tanggal 27 Februari 2025 adalah sebesar USD 6.313.753.178 atau ekuivalen dengan Rp103.463.504.904.086,” ujar kuasa hukum CMNP, Primaditya, dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu, 13 Agustus 2025.
Menurutnya, tindakan Hary Tanoe dan perusahaannya juga menimbulkan kerugian immateriil karena mencoreng reputasi CMNP di mata investor, publik, dan pemerintah, dengan estimasi mencapai Rp16,38 triliun.
“Kerugian immateriil yang tidak dapat dinilai secara materi, namun apabila ditaksir kerugiannya mencapai USD 1.000.000.000 atau ekuivalen dengan Rp16.387.000.000.000,” ucap Primaditya.
Gugatan tersebut juga mencakup permintaan sita jaminan atas aset milik Hary Tanoe untuk menjamin pembayaran ganti rugi.
Kasus ini bermula pada 1999 ketika terjadi transaksi pertukaran instrumen keuangan antara PT CMNP dan Hary Tanoe. Namun, pencairan NCD yang diterbitkan Unibank senilai USD 28 juta gagal dilakukan pada 22 Agustus 2002 karena Unibank telah ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sejak Oktober 2001.
Menurut CMNP, Hary Tanoe diduga mengetahui bahwa dokumen NCD tersebut tidak sesuai prosedur dan dianggap palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dengan tenor lebih dari 24 bulan, yang melanggar ketentuan Bank Indonesia.
Sementara itu, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menilai gugatan CMNP salah sasaran. Ia menegaskan bahwa transaksi tersebut tidak berkaitan langsung dengan Hary Tanoe maupun MNC Asia Holding, dan Hary Tanoe hanya berperan sebagai perantara. (ruh)
